Kebijakan subsidi pupuk merupakan salah satu kebijakan yang penting di bidang pertanian di Indonesia. Selain itu, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kebijakan ini bertujuan ntuk melindungi petani dari jatuhnya harga gabah pada saat panen raya. Tulisan ini mengkaji dampak kebijakan subsidi pupuk dan HPP bagi produsen dan konsumen. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dari tahun 1981 sampai 2014 dengan model ekonometrika persamaan simultan. Hasilnya menunjukkan bahwa surplus produsen dan surplus konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar beras domestik. Surplus produsen akan dicapai jika pemerintah menerapkan kebijakan jaminan harga berupa peningkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sedangkan surplus konsumen akan dicapai jika pemerintah menerapkan kebijakan peningkatan subsidi input berupa kredit pertanian dan subsidi pupuk serta peningkatan produktivitas areal. Untuk meningkatan surplus produsen dan konsumen secara merata maka perlu diterapkan paket kebijakan yang merupakan kombinasi dari kebijakan subsidi pupuk dan kebijakan HPP.
Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Sebagian besar kakao diekspor keluar negeri. Maka pemerintah menerapkan peraturan yang membatasi ekspor kakao. Menurunnya ekspor kakao mengakibatkan turunnya produksi kakao. Maka diperlukan analisis tentang daya saing kakao olahan di pasar dunia. Penelitian bertujuan menanalisis daya saing kakao olahan Indonesia di pasar dunia dan persaingan antar negara pengekspor kakao olahan di pasar dunia. Metode yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Indeks Spesialisasi Perdagangan dan Model Almost Ideal Demand System. Dari penelitian diketahui bahwa Indonesia memiliki daya saing tinggi untuk komoditas kakao pasta (Nilai Rata-Rata RCA 1,79), kakao butter (5,48) dan kakao bubuk (2,46), sedangkan cokelat Indonesia belum memiliki daya saing (0,23). Daya saing kakao pasta Indonesia dibawah Pantai Gading (Nilai Rata-Rata RCA 276,86), Belanda (4,94) dan Malaysia (2,46), lebih tinggi dari Jerman (1,09). Dalam kakao butter Indonesia diatas Perancis (2,02), namun dibawah Pantai Gading (91,67), Belanda (9,27) dan Malaysia (7,09). Sedangkan kakao bubuk dibawah Belanda (11,49) dan Malaysia (5,18), tapi diatas Spanyol (2,26) dan Jerman (0,74). Indeks Spesialisasi Perdagangan menjelaskan Indonesia di tahap matang. Pada kakao butter Indonesia dan Pantai Gading merupakan net eksportir. Sedangkan kakao bubuk Indonesia Belanda, Malaysia, Spanyol, dan Jerman berada pada tahap perluasan ekspor. Pasar dunia memandang bahwa kakao pasta Belanda dan Indonesia saling melengkapi sementara kakao pasta Jerman dan Indonesia saling bersubstitusi. Sedangkan kakao butter Indonesia dan Belanda saling berkomplementer. Oleh karena itu Indonesia perlu meningkatkan kualitas kakao pasta dan bubuk.dan tetap memberlakukan bea agar sebagia besar kakao dapat diolah sendiri sehingga dapat menaikan nilai tambah.
Abstrak Sektor makanan olahan merupakan salah satu andalan ekspor nonmigas Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan ekspor produk makanan olahan Indonesia adalah dengan melibatkan pihak asing agar menanamkan modalnya pada industri makanan olahan. Di sisi lain kepemilikan asing masih menjadi perdebatan di Indonesia. Pembatasan kepemilikan asing dilakukan untuk melindungi perusahaan domestik. Tujuan penelitian ini menganalisis dampak kepemilikan asing terhadap kecenderungan ekspor output dan impor bahan baku perusahaan makanan olahan Indonesia. Data yang digunakan adalah data cross section hasil Survei Tahunan Industri Besar dan Sedang tahun 2010 dan 2015 dari Badan Pusat Statistik. Penelitian ini menggunakan analisis model Tobit. Hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap kecenderungan ekspor makanan olahan. Pengaruh besarnya porsi kepemilikan asing bergantung pada kebijakan substitusi impor atau promosi ekspor yang diterapkan pemerintah. Kepemilikan asing juga berpengaruh positif pada kecenderungan impor bahan baku makanan olahan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan ekspor makanan olahan pemerintah perlu mendorong investasi asing di industri makanan olahan. Upaya untuk mengurangi impor bahan baku oleh perusahaan asing dapat dilakukan dengan mendorong penyediaan bahan baku lokal yang kompetitif dari segi harga dan kualitas. Abstract The processed food sector is one of the contributors to Indonesia's non-oil and gas exports. One of the efforts to increase Indonesian processed food products export is by involving foreign parties to invest in the processed food industry. On the other hand, foreign ownership is still debated in Indonesia. Restrictions on foreign ownership are often done to protect domestic companies. This study aims to analyze the impact of foreign ownership on processed food export and raw material import propensity of Indonesia's processed food. The data used are the cross-section data from 2010 and 2015 Large and Medium Industry (IBS) from Statistics Indonesia. The Tobit regression model is utilized in this research. The results show that foreign ownership has a positive effect on processed food export propensity, but the large share of foreign ownership depends on the policies adopted by the government, whether import substitution or export promotion. Foreign ownership also has a positive effect on raw material import propensity. Therefore, to increase exports of processed food, the government needs to encourage foreign investment in the processed food industry. To reduce imports of raw materials by foreign firms is carried out by encouraging the domestic supply of raw materials, which is competitive in price and quality. JEL Classification: F14, F23, O53
Indonesia requires foreign investment to meet the capital needs of the food industries. On the other hand, foreign presence can cause high industrial concentration. This paper analyzes the effect of foreign presence on the concentration of the food industry in Indonesia using panel data from 28 subsectors in the period 2011-2015. The data used is the annual Large and Medium Industries Survey (IBS) data from Statistics Indonesia. The concentration indicators used are the concentration ratio (CR4) and the Herfindahl Hirschman Index (HHI). By using panel regression, the result shows that foreign presence has a positive influence on the concentration of the food industry in Indonesia. Besides, the economies of scale and market size also significantly influence the concentration of the food industry. The result indicates that the government investment policy must endorse more competition among firms.JEL Classification Code: L66, L16 How to Cite:Nauly, D., Harianto., Hartoyo, S., & Novianti, T. (2020). Foreign Presence and Industrial Concentration in Indonesian Food Industry. Signifikan: Jurnal Ilmu Ekonomi, Vol. 9(1), 69-80. doi: http://dx.doi.org/10.15408/sjie.v9i1.12200.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.