There is a correlation between the concept of public relations with the cultural activities of Jakhu Suku. The relationship is built through the behavior of Jakhu Suku communications in the tradition of giving a title that always emphasises the planning and evaluation stage. This is what lies behind this study with a locus of cultural research with a public relations theory approach. To answer the purpose of research, interviews and observation were used by involving all customary devices in the Village Banjar Negeri Lampung Province Indonesia. The study found that the behavior of Jakhu Suku communications in carrying out cultural activities begins with pekhsiapan (preparation), khencana (planning), lestakhi (execution), penghengok (support) and penghanggum (trust). All the Jakhu Suku cultural concepts are relevant to the communication planning components including Insight, Strategic Programs, Implementation Programs, Action, and Reputation (the IPPAR model). The Jakhu Suku culture can be referred to as a component of cultural-based public relations communication behavior. This component can be applied in the context of corporate, government and nongovernment public relations. Public relations companies and governments are profit-oriented, while non-government-based nonprofits such as culture are found in community groups or communities. The communication behavior component of the IPPAR model can be classified as a component of ethnography public relations. The methodology focuses on culture-based public relations communication behavior.
Untuk membangun pola komunikasi yang terus berkelanjutan dalam hal kepariwisataan, masyarakat perlu dirangsang melalui program skema komunikasi pemberdayaan pada kegiatan-kegiatan yang terkait dengan event pariwisata, seperti pelatihan komunikasi efektif. Program pelatihan komunikasi efektif tentang kepariwisataan dilakukan berdasarkan potensi keragaman pariwisata yang terdapat di desa Bongas kecamatan Cililin yang memiliki adat, tradisi, budaya dan seni lokal. Pelatihan ini bertujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan secara lisan dan tulisan yang dihadapi oleh masyarakat dalam menyampaikan pesan kepariwisataan ke pihak luar. Pendekatan kegiatan pelatihan ini menggunakan metode ceramah, diskusi, dan simulasi dengan peserta berasal dari pelaku UMKM dan kelompok sadar wisata. Hasil kegiatan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta terhadap pentingnnya komunikasi efektif dalam bentuk pengemasan pesan beserta teknik publikasinya bagi pelaku UMKM dan kelompok sadar wisata di desa Bongas. Kesimpulan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah bahwa potensi keragaman pariwisata akan semakin terkelola dengan baik apabila dilakukan dengan penyampaian pesan secara efektif mengenai objek wisata ke masyarakatmelalui skema pemberdayaan masyarakat yang partisipatif
Artikel ini mengenalkan sekaligus menawarkan hasil temuan penelitian tentang komponen perilaku komunikasi PR berbasis budaya. Komponen terdiri dari aspek Insight-Program Strategic- Program Implementation-Action and Reputation atau disingkat menjadi The IPPAR Model. Komponen perilaku komunikasi PR merupakan transformasi hasil temuan lapangan atau originalitas data tentang pola perilaku Jakhu Suku pada ritual pemberian gelar. Pola perilaku meliputi tahapan pekhsiapan (persiapan), khencana (perencanaan), lestakhi (pelaksanaan), penghengok (dukungan) dan penghanggum (kepercayaan). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada keterkaitan antara temuan pola perilaku Jakhu Suku dengan konsepsi Public Relations dan budaya sehingga komponen The IPPAR Model dapat dikategorikan sebagai komponen Etnografi PR. Metodologi yang fokus pada perilaku komunikasi PR berbasis budaya. Dipaparkan tentang konsep, konstruk, prinsip dasar, serta cara kerja penelitian. Metodologi Etnografi PR dapat diterapkan pada konteks lembaga PR profit dan nonprofit. Kajian PR berbasis budaya pada konteks PR perusahaan, PR Pemerintahan, dan PR Non Pemerintahan.Kata Kunci: Etnografi PR, Perilaku Komunikasi, The IPPAR Model
ABSTRAKPenelitian ini berfokus pada pengelolaan keberagaman dan kebinekaan di tengah masyarakat Lampung yang multikultur. Aspek yang dikaji yakni pesan komunikasi dan negosiasi nilai keragaman untuk mencapai kebinekaan yang terdapat pada makna Siger. Peneliti menggunakan studi kasus dengan paradigma konstruktivis. Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk Siger merupakan lambang kebesaran gelar yang dimiliki masyarakat adat Saibatin Lampung. Siger dengan tujuh lekukan menggambarkan tentang posisi, peran dan tanggung jawab setiap penerima gelar atau Juluk Adok. Lekukan pertama berukuran paling tinggi, artinya posisi paling depan menggambarkan posisi gelar tertinggi. Lekukan berikutnya dengan ukuran semakin pendek merepresentasikan posisi gelar yang berada di bawah posisi gelar sebelumnya dan seterusnya. Adat Saibatin mempunyai tujuh gelar dengan pembagian dua wilayah Ke-Bandakhan dan Ke-Sebatinan. Ke-Bandakhan terdiri dari gelar Sultan, Pangikhan, Dalom/Sebatin. Ke-Sebatinan meliputi gelar Dalom/Sebatin, Khaja, Khadin, Minak, Kimas, Mas dan Layang/Bunga. Message Platform pada atribut Siger menonjolkan tentang identitas budaya yang menghasilkan integrasi budaya melalui pernikahan antar suku yang harus dikelola oleh setiap penerima gelar. Tanggung jawab untuk mengelola keberagaman adat istiadat di tengah kebinekaan masyarakat multikultur. Reputasi bahwa masyarakat Lampung ramah dan terbuka menjadi salah satu faktor perekat keberagaman menjadi kebinekaan. Kata-kata Kunci: Juluk adok, kebinekaan, message platform, reputasi, siger ABSTRACTThis study focuses on the diversity management in a multicultural society such as Lampung. Moreover, this research also studied the message communication and negotiation value of diversity to achieve diversity contained in the meaning of Siger. Using a case study with a constructivist paradigm, the study found that the shape Siger as a symbol of the greatness of titles owned by indigenous peoples Saibatin Lampung. Siger with grooves tujuah describes the position, role and responsibility of each title or Juluk Adok. Highest first indentation size, meaning that the front position describes the position of the highest degree. Indentation next to the size of the shorter means that the position of title under the previous degree position and so on. Indigenous Saibatin have tujuah titles with the division of the two areas Ke-Bandakhan and Ke-Sebatinan. Ke-Bandakhan consists of the title of Sultan, Pangikhan, Dalom/Sebatin. Ke-Sebatinan include titles Dalom/ Sebatin, Khaja, Khadin, Minak, Kimas, Mas and Layang/Bunga. Message Platform that exist on the attributes of Siger highlight of cultural identity that generates cultural integration through inter-tribal marriages that must be managed by each degree recipients. Responsibility for managing the diversity of customs in the middle of the diversity of multicultural society. Reputation that Lampung people are friendly and open to be one factor adhesive diversity into diversity.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.