Akuntan sangat berperan dalam proses penyusunan dan pelaporan bisnis, mulai dari pelaporan keuangan hingga pelaporan non-keuangan seperti laporan keberlanjutan. Secara global terjadi peningkatan tren pelaporan keberlanjutan, hal ini memberikan dorongan untuk mempersiapkan mahasiswa akuntansi dalam masalah akuntansi sosial dan lingkungan maka pendidikan akuntansi sosial dan lingkungan menjadi relevan di perguruan tinggi. Teori stakeholder dan model kompetensi keberlanjutan professional sebagai alat analisis untuk memaknai kebutuhan perusahaan sebagai pengguna lulusan perguruan tinggi akan kompetensi profesi akuntan. Data berupa hasil interview dengan para informan yang merupakan pelaku penyusunan laporan keberlanjutan. Urgensi penerapan pendidikan akuntansi sosial dan lingkungan tercermin dari hasil penelitian yang menggambarkan tidak seorangpun pelaksana pelaporan kebelanjutan di institusi adalah seorang akuntan, padahal institusi memerlukan pelaksana yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi sosial dan lingkungan. Kompetensi yang dibutuhkan tersebut terdiri dari kompetensi fungsional, kompetensi personal/perilaku, kompetensi pengetahuan/kognitif, dan kompetensi nilai/etika. Sehingga penelitian ini berkontribusi bagi perguruan tinggi untuk mengetahui kompetensi keberlanjutan secara spesifik sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan peninjauan kurikulum pendidikan akuntansi.

Abstrak: Pembebasan Mind Set Akuntan melalui Pembelajaran Fil safat Ilmu dan Spiritual. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami perubahan kesadaran dan pola pikir yang terjadi pada pandangan akuntan pasca menempuh mata kuliah FIS (Filsafat Ilmu dan Spiritual). Penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini adalah sepuluh akuntan pendidik yang sedang mengambil program doktor ilmu akuntansi pada tiga universitas terkemuka di Indonesia dan telah menempuh mata kuliah FIS. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan pola pikir di level intelektual, mental, dan spiritual setelah menempuh mata kuliah FIS.

This study aimed to investigate the critical aspects of Indonesia’s local government budget structure. The impact of the budget on local fiscal autonomy was also examined by separating the sample of provinces in Java Island and Bali versus Non-Java Island and Bali. The unbalanced panel data was collected on 34 Indonesian provinces from 2013 to 2020. The results showed that locally-generated revenue and general allocation funds positively affect the regional fiscal autonomy index. These results indicate that local revenue and general allocation funds have improved regional fiscal autonomy. When the provincial sample is separated, general allocation funds positively and significantly affect the regional fiscal autonomy index in the provinces of Java Island and Bali. Furthermore, locally-generated revenue, as well as general allocation and profit-sharing funds, play a significant role in increasing the regional fiscal autonomy index in provinces outside Java and Bali, such as Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, and Papua. These findings suggest that different geographical conditions and infrastructure have varying effects on encouraging regional fiscal autonomy. This study invites policymakers to address the strengthening of regional authority to explore income sources and budgeting quality and evaluate intergovernmental fiscal relationships. AcknowledgmentThe authors express gratitude to the three anonymous reviewers and seminar attendees at Mulawarman University for their insightful comments.

A B S T R A C T