No abstract

<p><strong>Aim <br /></strong>Children with congenital heart diseases are at the greater risk of respiratory tract infection such as pneumonia. Recurrent pneumonia is one of the most major challenge for paediatric physicians. The aim of this study is to investigate risk factors of congenital heart diseases to recurrent pneumonia children.<br /><strong>Methods</strong> <br />This was a retrospective study of under five-year-old children hospitalized in Hasan Sadikin General Hospital Bandung<br />Indonesia from 2015 to 2018. Congenital heart diseases and pneumonia, as well as recurrent pneumonia, were identified. Congenital heart diseases diagnosis with and without pneumonia were reviewed.<br /><strong>Results</strong> <br />Of 6997 hospitalized children, in 1258 (18.0%) congenital heart diseases were found, of which 232 (18.4%) had recurrent<br />pneumonia. Most of those had left to right (L to R) shunt, 213 (91.8%). Congenital heart diseases in children aged under 1 year, 144 (62%) were more preponderant than in those aged 1–5 years. More than a half, 119 (51.3%) were males. Left to right shunt was documented as having recurrent pneumonia, of which patent ductus arteriosus and ventricular septal defect were the most common type in congenital heart diseases. Ventricular septal defect had a possibility for recurrent pneumonia by 1.551 times, and malnutrition 2.591 times.<br /><strong>Conclusion</strong> <br />Ventricular septal defect and malnutrition were identified as risk factors for recurrent pneumonia. Those patients require<br />multidisciplinary approach to prevent respiratory complications.</p>

Latar belakang. Demam neutropenia pada leukemia limfoblastik akut (LLA) termasuk kegawatan onkologi yang harus mendapatkan tatalaksana segera berupa pemberian antibiotik tanpa menunggu hasil kultur. Saat ini, seftazidim dan sefepim digunakan sebagai monoterapi empiris demam neutropenia di Divisi Hemato-Onkologi Rumah Sakit Hasan Sadikin. Namun, hingga saat ini, efektifitas kedua antibiotik tersebut tidak pernah dinilai.Tujuan. Studi ini bermaksud untuk membandingkan efektifitas seftazidim dan sefepim sebagai monoterapi empiris pada pasien demam neutropenia anak dengan LLA.Metode. Uji acak terkendali dilakukan terhadap pasien LLA anak dengan demam neutropenia pada bulan Maret 2017 hingga Maret 2018 di Rumah sakit Dr Hasan Sadikin Bandung. Seftazidim dan sefepim diberikan secara konsekutif sebagai monoterapi empiris. Turunnya demam, peningkatan absolute neutophyl count (ANC) dan penurunan C-reactive protein (CRP) pada hari ke-3,5, dan 7 digunakan sebagai parameter efektivitas terapi.Hasil. Sebanyak 48 pasien mengikuti penelitian hingga selesai. Seftazidim dan sefepim diberikan masing-masing pada 28 dan 20 pasien. Tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada usia, jenis kelamin dan keparahan penyakit pada kedua grup (p=0,908, p=0,251, p=0,507). Pada kelompok seftazidim terjadi penurunan demam pada hari ke-2, 3-4, 5-6 and >7 ditemukan sebanyak 15 (53,6%), 4 (14,3%), 1 (3,6%), 8 (28,6%) pasien, sedangkan pada kelompok sefepim masing-masing ditemukan pada 12 (60%), 4 (20%), 0, dan 4 (20%) pasien (p=0,638, p=0,442, p=0,583 p=0,449). Nilai rata-rata ANC pada awal 315,4 (154,2) pada grup seftazidim dan 276,2 (292,3) pada grup sefepim (p=0,778). Sebagian besar pasien pada kedua grup mencapai ANC>500 pada hari 5 (x=773 (1603,8) dan x=840 (979,8), (p=0,664). Nilai CRP awal mengalami sedikit peningkatan dari nilai normal, tidak berbeda signifikan secara statistik (x=8,80 (6,28) CI 0,3−28,1 dan 13,62 (10,57) CI 0,5−35,3; p=0,193). Nilai CRP menurun pada kedua grup pada hari ke-7 (x=7,84 (6,82), CI 0,5−25 dan 8,15 (9,39) CI 0,1−36,7; p=0,618)Kesimpulan. Penelitian ini menunjukan bahwa seftazidim dan sefepim memiliki efektifitas yang sama sebagai monoterapi empiris pada pasien LLA anak dengan demam neutropenia. Pemilihan antibiotik dengan mempertimbangkan ketersediaan obat, biaya, dan efek samping.