Nyamuk merupakan salah satu vektor penyakit bagi manusia seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, chikungunya, filariasis, dan sebagainya. Habitat tempat tinggal nyamuk ini erat hubungannya dengan lingkungan tempat tinggal manusia sehingga penularan sangat rawan terjadi. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi insidensi tersebut salah satunya yaitu dengan penggunaan insektisida sintesis maupun bioinsektisida. Tinjauan pustaka ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui kajian efektivitas insektisida berbahan bunga krisan dan jeruk nipis terhadap mortalitas nyamuk. Penelusuran kepustakaan dicari melalui Google Scholar, Emerald, PubMed dan Proquest dengan kata kunci Chrysanthemum AND LC50 AND mosquito dan Citrus aurantifolia AND LC50 AND mosquito. Dua puluh tiga makalah dipilih untuk penulisan tinjauan pustaka ini. Keefektivan Chrysanthemum sp. dan Citrus aurantifolia sebagai insektisida dapat dilihat dari nilai LC50 yang didapatkan. Chrysanthemum sp. dan Citrus aurantifolia merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan insektisida.
Praktik dokter yang melakukan terapi kepada keluarga sendiri masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Indonesia belum mengeluarkan hukum terkait hal ini dan belum ada tinjauan etika yang membahas terkait permasalahan tersebut. Mengobati keluarga sendiri dianggap tidak profesional dan bertentangan dengan KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) 2012 Pasal 2, yaitu dokter dituntut untuk menjadi profesional secara independen. Berbagai alasan yang menyebabkan dokter tidak boleh mengobati anggota keluarganya yaitu objektivitas bisa terkompromi, pasien merasa sungkan mengemukakan informasi, otonomi pasien terkompromi, dan prinsip informed consent bisa terabaikan. Situasi khusus yang memperbolehkan dokter melakukan terapi kepada keluarga yaitu penyakit tergolong minor dan emergensi. Karena berbagai pergumulan muncul dari kalangan dokter akan praktik mengobati keluarganya sendiri, oleh karena itu tinjauan ini merangkum berbagai alasan apakah dokter diperbolehkan melakukan terapi terhadap keluarga sendiri dan situasi khusus yang memperbolehkannya.
Diffuse axonal injury (DAI) adalah cedera mikroskopis yang terjadi di akson pada substansia alba di traktus neuron otak, korpus kalosum, dan batang otak. Biasanya keadaan ini ditandai dengan koma setelah cedera kepala traumatis yang menyebabkan edema dan iskemia pada otak. Keadaan ini sering berujung pada morbiditas maupun mortalitas. Penyebab tersering DAI adalah kecelakaan lalu lintas kendaraan roda dua dengan kecepatan tinggi. Pasien DAI dengan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah sering dihubungkan dengan faktor prognostik buruk yang berhubungan dengan mortalitas. Diagnosis klinis DAI dapat dibuat berdasarkan visualisasi radiologis, namun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jaringan post mortem. Pada pemeriksaan makroskopis akan ditemukan gambaran hemoragik pada substansia alba, namun pada autopsi biasanya gambaran tersebut sudah menyusut dan meninggalkan gambaran lesi berwarna cokelat, selanjutnya pada kerusakan yang sudah lama dapat menyebabkan penyusutan volume otak. Ciri kerusakan pada DAI dibedakan menjadi tiga, yaitu kerusakan supratentorial difus pada akson (derajat I), lesi fokal di korpus kalosum (derajat II), dan lesi pada rostral batang otak (derajat III). Pada pemeriksaan mikroskopis tahap awal dapat muncul gambaran "axonal bulb" yang selanjutnya berubah menjadi gambaran aksonal negatif seiring berjalannya waktu.
Medical negligence is a constant issue in medical practice in which its occurrence is constantly increasing, putting patients’ safety at risk. In Indonesia, medical negligence dispute settlement is done by the methods of litigation and non-litigation. However, there is currently no explicit law regarding medical malpractice, medical negligence and medical risk in Indonesia, hence, cases of medical risk are often mistakenly regarded as malpractice. In essence, there are several tests used as benchmarks to regard cases as medical negligence; that includes the Bolam test, Bolitho test and Montgomery test. This literature review aims to present an overview of each test currently used for medical negligence dispute settlement, whereas its application could aid in solving medical disputes in Indonesia.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.