ABSTRAKSimbol atau lambang adalah suatu tanda untuk menunjuk sesuatu berdasarkan kesepakatan bersama. Penelitian ini membahas penggunaan simbol yang berupa emotikon untuk menjelaskan hal-hal yang tidak terwakili karena keterbatasan nada, suara, dan ekspresi yang belum terwakili. Penelitian ini menggunakan semiotika Pierce yang menganalisis emotikon yang ada pada komunitas Kaskus. Penelitian ini menunjukkan emotikon Kaskus memiliki makna untuk menekankan ekspresi, mempertegas emosi, bentuk apresiasi positif, reputasi, sindiran, metafora, serta stereotip. Selain itu, emotikon yang terdapat pada komunitas Kaskus sangat bervariatif dan menampilkan semangat anak muda yang diwakili atribut seperti warna mencolok serta gambar kreatif.
The focus of the research is communication behavior in the Physical Distancing phase during COVID-19. Physical Distancing is a government policy intended to reduce the spread of COVID-19. The research objective was to analyze the knowledge and communication behavior of the people. The method used is phenomenology with a qualitative approach. Involving the people of Bandung city as research informants as many as 11 people. The technique of collecting data through online interviews is that physical distancing is still in place. The results showed that the physical distancing phase of the community's communication behavior can be categorized into three groups including active, sympathetic, and indifferent groups. Active group means being concerned with finding information and implementing Physical Distancing policies. The sympathy group is receiving Physical Distancing information, but not fully carrying out Physical Distancing. Informant groups are indifferent or passive informants in seeking information and do not carry out Physical Distancing. Another communication behavior that the Physical Distancing phase activities is carried out online using digital media. Informants admit that Physical Distancing activities have changed the dimension of interpersonal communication which requires the presence of distance, but the Physical Distancing phase has turned virtual. This communication behavior builds a shared experience that online communication encourages the formation of virtual relationships. The results of this study are expected to contribute to online communication competence as an effort to maintain the quality of communication even though it is done online. Fokus penelitian adalah perilaku komunikasi pada fase Physical Distancing selama COVID-19. Physical Distancing merupakan kebijakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Tujuan penelitian untuk menganalisis pengetahuan dan perilaku komunikasi masyarakat. Metode yang digunakan fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Melibatkan masyarakat kota Bandung sebagai informan penelitian sebanyak 11 orang. Adapun teknik pengumpulan data melalui wawancara daring mengingat masih diberlakukannya Physical Distancing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku komunikasi masyarakat fase Physical Distancing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok meliputi kelompok aktif, simpati, dan acuh. Kelompok aktif artinya peduli dengan mencari informasi dan menjalankan kebijakan Physical Distancing. Kelompok simpati yaitu menerima informasi Physical Distancing, namun tidak sepenuhnya menjalankan Physical Distancing. Kelompok informan acuh atau informan pasif dalam mencari informasi dan tidak menjalankan Physical Distancing. Perilaku komunikasi lainnya bahwa aktivitas fase Physical Distancing dilakukan secara daring dengan menggunakan media digital. Informan mengakui bahwa aktivitas Physical Distancing telah merubah dimensi komunikasi interpersonal yang mensyaratkan kehadiran jarak, namun fase Physical Distancing berubah menjadi virtual. Perilaku komunikasi tersebut membangun pengalaman bersama bahwa komunikasi daring mendorong terbentuknya hubungan virtual. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap kompetensi komunikasi daring sebagai upaya menjaga kualitas komunikasi meskipun dilakukan secara daring.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi yang dilakukan oleh Kemenkominfo terhadap Program Indonesia Makin Cakap Digital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah strategi komunikasi yang dilakukan oleh Kemenkominfo terhadap Program Indonesia Makin Cakap Digital berhasil meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia. Pada tahapan perencanaan, Kemenkominfo berhasil menargetkan sebanyak 50 juta masyarakat Indonesia meliputi segmen pendidikan, pemerintahan dan kelompok masyarakat untuk dapat menguasai literasi digital secara baik pada tahun 2024. Pada tahapan implementasi, Kemenkominfo berhasil menyelenggarakan Program Indonesia Makin Cakap Digital ke 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi dengan menargetkan sebanyak 12,5 juta masyarakat pertahunnya dengan bekerja sama bersama Pentahelix sebagai kegiatan penetapan program. Pada tahapan evaluasi, Kemenkominfo telah merumuskan tujuan program secara detail yang diukur melalui metode pengumpulan data Survey Indeks Literasi Digital yang akan digunakan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan kedepan.
Background: Sports tourism is a new approach to growing public interest in sports. Sports tourism is expected to foster interest in sports and build an image of sport tourism as a dual force that can help economic growth. Purpose: The research was conducted at Kiara Artha Park, one of the sports tourism sites in Bandung. The aim is to analyze the stages of forming the image of Kiara Artha sports tourism. Methods: Using a qualitative and phenomenology approach, involving 11 informants: Kiara Artha Park managers, tenants, and visitors. Results: The study results explain that the image built in Kiara Arta Park is a place of recreation with the concept of healthy living. The stages of building the image of Kiara Artha Park begin with the commitment of the management to prepare facilities in the form of green open land designed as a recreational park and exercise. They are also conducting socialization in conventional media, building sports community support, and managing community participation of social media users. Conclusion: The image of Kiara Artha Park as a tourist sport place is built through public awareness as users need a place to exercise and recreation. The two combined concepts encourage interest in maintaining a healthy life. Thus, the type of image formed is a user image or image built by consumers based on personal needs related to personality, lifestyle, and social status. Implications: The results of this study can provide input to the management and government of the city of Bandung as a policy in every tourist destination to provide sport tourism facilities as an additional public space that can improve the physical and mental health of the community.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.