Kelapa kopyor merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pati yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Masalah yang muncul terkait kelapa kopyor di Desa Ngagel adalah produksi kelapa kopyor masih terbatas, sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Petani memerlukan adanya lembaga pertanian untuk membantu dan membimbing petani dalam melaksanakan usahataninya agar menghasilkan produksi tinggi. Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) adalah asosiasi yang menaungi petani dan penangkar kelapa kopyor di Kabupaten Pati. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran APKI dalam pengembangan kelapa kopyor dan menganalisis kendala yang dihadapi APKI. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian berada di Desa Ngagel Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati dengan penentuan informan purposive sampling dan teknik snowball sampling. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan metode. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peran yang dijalankan APKI untuk mengembangkan kelapa kopyor diantaranya sebagai produsen bibit, motivator, edukator, penghubung petani dengan pemerintah, dan pemasaran. Hasil berikutnya adalah kendala yang dihadapi APKI diantaranya gen kelapa kopyor yang berproduksi terbatas, kurangnya motivasi petani untuk mengembangkan kelapa kopyor, dan serangan hama.
<p align="center"><strong>Abstrak</strong><em> </em></p><p><em>Desa Karangpatihan merupakan salah satu desa yang berada di pelosok selatan-barat Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Balong, dimana terdapat sebagian masyarakatnya merupakan penyandang keterbelakangan mental dengan kondisi geografis tanah yang kurang subur dan cenderung tandus karena berdiri di bawah kaki pegunungan berkapur. Faktor geografis, kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan warga mengalami pemasalahan pola hidup, khususnya berkaitan dengan konsumsi makanan yang bergizi. Pengadaan program frutable greden</em> <em>b</em><em>ertujuan untuk </em><em>meningkatkan konsumsi sayur dan buah, sekaligus memberdayakan </em><em>masyarakat menjadi lebih produkt</em><em>i</em><em>f.</em><em> Kegiatan dalam program frutable greden meliputi pembangunan frutable greden atau semacam green house, penananaman, serta perawatan tanaman yang dilakukan oleh warga keterbelakangan mental. Hasil panen dari perawatan tanaman dapat dikonsumsi sebagai bentuk pemenuhan gizi warga. Proses pemberdayaan dilangsungkan secara bertahap mulai dari tahap sosialisasi, pembangunan frutable greden, penanaman bibit tanaman, perawatan tanaman hingga pemanenan. Bentuk pemberdayaannya berupa melibatkan partisipasi warga keterbelakangan mental secara aktif dengan bantuan dari kader frutable greden. Kader disini merupakan salah satu anggota keluarga warga keterbelakangan mental yang normal yang dipilih dan bertugas untuk membantu tim dalam menggerakkan pelaksanaan proses pemberdayaan. Hasil pemanenan dari tanaman di green house ini dapat dikonsumsi dijadikan bahan pangan tambahan masyarakat sebagai bentuk pemenuhan gizi.</em></p><p><strong>Kata kunci :<em> Green house, Keterbelakangan Mental</em></strong><em>, <strong>Pemberdayaan Masyarakat</strong></em></p><p><em> </em></p><p align="center"><strong>Abstract</strong><strong> </strong></p><p><em>Karangpatihan Village is one of the villages in the south-west corner of Ponorogo Regency, Balong Subdistrict, where there are some people who are mentally retarded with geographic conditions that are less fertile and tend to be barren because they stand under the feet of the calcareous mountains. Geographical factors, poverty, and low levels of education result in people having lifestyle problems, especially related to the consumption of nutritious foods. The procurement of frutable greden programs aims to increase the consumption of vegetables and fruits, while empowering people to be more productive. Activities in the frutable greden program include the development of frutable greden or some kind of green house, planting, and treatment of plants by mental retardation people. The harvest can be consumed as a form of nutrition fulfillment. The empowerment process is carried out in stages starting from the stages of socialization, frutable greden construction, growing of plant seeds, maintenance of plants to harvesting. The form of empowerment involves active participation of people with mental retardation with the help of frutable greden cadre. Cadres here are one of the family member of mental etardation people who are selected and haved a task to assist the team as a pioneer the implementation of the empowerment process. Yield from plants in this green house can be consumed as additional food for the community as nutrition fulfillment. </em></p><p><strong>Keywords:<em> Community Empowerment, Green house, Mental Retardation </em></strong></p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.