Background: Carpal tunnel syndrome (CTS) is a peripheral nerve lesion because of the nontraumatic mechanism or a pressure or entrapment of the median nerve under the transverse ligament (flexor retinaculum). Hydrodisection is used for adhesiolysis to eliminate adhesion and release the median nerve from the retinaculum and connective tissue around it and avoid injury to the nerves.
Background: Diabetes mellitus causes many complications, both microvascular and macrovascular, especially cognitive function. Related studies are being carried out to determine the relationship between diabetes and cognitive decline as assessed through GLUT4 expression in the hippocampus. The aimed of this study was to determine the effect of fasting blood sugar on hippocampal neuronal GLUT4 expression in STZ and NA-induced diabetic rats. Methods: This study was an experimental design, using 24 males Rattus novergicus which were divided into a control group terminated on day 14 (A0) and 28 (B0) and a diabetes group terminated on day 14 (A1) and 28 (B2). Diabetes was induced using intraperitoneal injection of streptozotocin (STZ) and Nicotinamide (NA). Spatial memory (travel time) of rats was assessed on days 14 and 28. Sampling used secondary data, fasting blood glucose (FBG) was measured using a glucometer and brain tissue was taken to assess GLUT4 expression using immunohistochemical methods. Differences in the mean FBG and GLUT4 expression between groups on days 14 and 28 and were tested statistically using SPSS version 22 Results: The mean FBG and GLUT4 expression in the diabetic group were significantly higher than those in the control group on day 14 and day 28. However, it was not significant compared between diabetes groups on day 14 and day 28. Immunohistochemical examination confirmed these results. There is a strong correlation between mean FBG levels and mean GLUT4 expression with travel time in the diabetes group on days 14 and 28 (r=0.88, p<0.05). Conclusion: Fasting blood glucose levels significantly affected hippocampal neuronal GLUT4 expression in STZ and NA-induced diabetic rats. Latar belakang: Diabetes mellitus banyak menimbulkan komplikasi serius baik mikrovaskuler dan makrovaskuler, khususnya pada fungsi kognitif. Studi terkait sedang terus dilaksanakan untuk mengetahui hubungan terkait antara kondisi diabetes dengan penurunan fungsi kognitif yang dinilai memalui ekspresi GLUT4 di hippocampus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh kadar gula darah puasa terhadap ekspresi GLUT4 neuron hipokampus pada tikus model diabetes. Metode: Penelitian dengan desain eksperimental, menggunakan 24 ekor Rattus novergicus jantan yang dibagi menjadi kelompok kontrol yang diterminasi pada hari ke-14 (A0) dan 28 (B0) dan kelompok diabetes yang diterminasi pada hari ke-14 (A1) dan 28 (B2). Diabetes diinduksi menggunakan suntikan streptozotocin (STZ) dan Nikotinamid (NA) secara intraperitoneal. Memori spasial (waktu tempuh) tikus dinilai pada hari ke-14 dan 28. Pengambilan sampel menggunakan data sekunder, gula darah puasa (GDP) diukur menggunakan glucometer dan pengambilan jaringan otak dilakukan untuk penilaian ekspresi GLUT4 menggunakan metode imunohistokimia. Perbedaan rerata GDP dan ekspresi GLUT4 antar kelompok pada hari ke-14 dan 28 serta dilakukan uji secara statistik menggunakan SPSS versi 22. Hasil: Rerata GDP dan ekspresi GLUT4 pada kelompok diabetes secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada hari ke-14 maupun hari ke 28. Akan tetapi tidak signifikan dibandingkan antar kelompok diabetes pada hari ke-14 dengan hari ke-28. Pemeriksaan imunohistokimia mengkonfirmasi hasil ini. Terdapat korelasi yang kuat pada hubungan yang rerata kadar GDP dengan rerata ekspresi GLUT4 dengan waktu tempuh pada kelompok diabetes pada hari ke-14 dan 28 (r=0,88, p<0,05). Simpulan: Kadar gula darah puasa berpengaruh secara signifikan terhadap ekspresi GLUT4 neuron hipokampus pada tikus model.
Angka kematian akibat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) cukup tinggi. Salah satu upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit adalah dengan vaksinasi. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) COVID-19 adalah kejadian medis yang tidak diharapkan dan diduga berkaitan dengan vaksinasi. Persepsi yang salah tentang KIPI dapat menyebabkan penurunan angka penerimaan vaksin COVID-19 pada masyarakat. Tujuan sosialisasi ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, memperbaiki persepsi yang salah serta meningkatkan kewaspadaan masyarakat jika terjadi reaksi KIPI. Sosialisasi dilakukan dengan pemutaran video interaktif yang diikuti dengan sesi tanya jawab terkait KIPI pada vaksinasi COVID-19. Pre dan post test dilakukan sebelum dan sesudah proses sosialisasi. Kegiatan diikuti oleh 100 orang peserta vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Universitas Mataram. Pemaparan materi serta diskusi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peserta, menghindari persepsi yang salah, mengetahui berbagai keluhan pasca vaksinasi dan dapat melakukan penanganan yang tepat, mengenali serta mengetahui alur pelaporan jika menemukan KIPI serius. Didapatkan peningkatan rata-rata nilai pre dan post test dari 74,79 menjadi 79,37 pasca sosialisasi. Terdapat peningkatan rerata hasil evaluasi tingkat pengetahuan pasca dilakukan sosialisasi KIPI COVID-19. Sosialisasi KIPI COVID-19 penting untuk meningkatkan pengetahuan dan meluruskan persepsi masyarakat tentang dampak vaksinasi serta meningkatkan kewaspadaan jika terjadi reaksi KIPI.
Kejang adalah aktivitas listrik yang abnormal serta tidak sinkron di otak dan studi menunjukkan bahwa sekitar 8-10 % populasi akan mengalami bangkitan dalam masa hidupnya. Sebaliknya, terdapat gangguan yang menyerupai kejang yang dinamakan Psychogenic Non Epileptic Seizure (PNES) yang karakteristiknya menyerupai epilepsi. Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit harus mampu membedakan keduanya. Kegiatan pengabdian ini bertujuan meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dalam mengenali kejang, pseudo kejang dan preparasi obat kejang dengan baik dan benar. Edukasi menggunakan metode penyuluhan dengan menampilkan gambar dan video epilepsi dan PNES yang diikuti dengan materi preparasi obat kejang. Pre dan Post test dengan menggunakan aplikasi Kahoot digunakan untuk evaluasi pemahaman peserta. Evaluasi penyelenggaraan seminar menggunakan google form. Sebanyak 24 orang tenaga kesehatan ikut serta dalam kegiatan ini. Rerata pre dan post test masing-masing 43.6 dan 68.78 poin dengan peningkatan sebesar 25.18. Rerata nilai kepuasan peserta tergolong baik terhadap penyelenggaraan kegiatan yaitu 4,77 (dari skala likert 0-5). Aspek penyelenggaraan yang mendapatkan nilai tertinggi adalah pre dan post test dengan aplikasi kahoot dan penggunaan video untuk membedakan kejang dan pseudo kejang. Edukasi harus diberikan secara luas dan reguler kepada semua tenaga kesehatan di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan terhadap kejang dan pseudo kejang
Background: Epilepsy is the highest prevalence diseases in neurology. The decreased of cognitive function is one of the complications which is important. The purpose of this study is to determine the correlation between Mini Mental State Examination (MMSE) and Montreal Cognitive Assessment in Indonesian Version (MoCA-Ina) score on patient with epilepsy in Mataram. Method: This is an observational cross-sectional study with 56 subjects with epilepsy from West Nusa Tenggara 2 center hospital. Data that collected from the samples were MMSE and MoCA-Ina score. Beside of that patients’ characteristics data were also collected which is age, gender, education, seizure control, etiology of epilepsy, seizure type, antiepileptic drugs treatment, and smoking status from the subjects. Both instrument’s mean scores were analyzed for the correlation using Spearman correlation test. Result: This study showing that the subjects average age were 32.9 years old, female (55.4%), and low educated (62.5%). According to the clinical characteristics most subjects were not-depressed (67%), poor quality-controlled seizure (55.4%), idiopathic etiology (66.9%), generalized seizure (71.4%), and having monotherapy (85.7%). Most of the subjects were not a smoker (76.8%). In this study both the mean score of MMSE and MoCA-Ina were 25.3 and 21.3. MMSE and MoCA-Ina score mean have a strong correlation (r=0.766; p<0.001). Conclusion: MMSE and MoCA-Ina score mean on patients with epilepsy have a strong correlation. Therefore, both instruments could be used to evaluate cognitive function on patients with epilepsy
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.