Halal is mandatory for Muslims in choosing food. During the Covid-19 pandemic, there were changes in the food supply chain system, and there was a risk of changing the status of halal to non-halal due to various sources. The research objectives are to identify halal risk activities in the supply chain, determine risk priorities and develop mitigation strategies. A case study was conducted at a fish cracker company in Sidoarjo, East Java. Data processing was performed using the FMEA method. The results showed 26 risky activities in the fish cracker supply chain, consisting of 9 risks from suppliers, 7 risks from processes, and 10 risks from distributors. The highest risk is in the process of sending crackers from the company to the distributor. A mitigation strategy is prepared by involving the government, suppliers, companies, and distributors. The formulation of a mitigation strategy is focused on the aspects of technology, human resources, and infrastructure.

Halal merupakan syarat wajib bagi kaum muslim dalam memilih dan mengkonsumsi makanan. Seiring  perkembangan zaman, makanan halal juga diminati oleh kaum non muslim sehingga perkembangan industri makanan halal berkembang pesat. Tetapi, dalam prosesnya, terdapat banyak aktifitas dalam rantai pasok makanan yang berisiko mengakibatkan perubahan status makanan halal menjadi tidak halal. Trutama dimasa pandemi ini banyak pola perubahan aktifitas di rantai pasok makanan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mngidentifikasi akrifitas berisiko halal pada rantai pasok makanan dan menentukan skala prioritas risikonya. Penelitian ini menggunakan FMEA (Failure Mode Effect Analysis) sebagai metode penyelesaiannya. Penelitian menggunakan studi kasus pada industri krupuk ikan di Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 aktifitas berisiko halal dengan risiko terbesar pada distributor dengan aktifitas risiko terbesar tercampurnya krupuk dengan produk non halal pada gudang penyimpanan.