Background: One of the uncommon emergencies in urology is a penile fracture. Due to blunt trauma to the erect penis, the tunica albuginea of one or both corpus cavernosum was disrupted, a rare kind of urologic damage. Corpus spongiosum or urethral rupture and dorsal nerve and vascular injury may also be present. Here, we describe a penile fracture case that was successfully treated conservatively at Zainoel Abidin Hospital. Case report: A 38-year-old male who had been having sex an hour before and had meatal bleeding, a history of cracking noises, and rapid detumescence presented to the emergency room at Zainoel Abidin Hospital. The patient also had pain when urinating. Physical examination revealed an enlarged penis and meatal hemorrhage but no ecchymosis or eggplant-like appearance. No bladder is full. The Foley catheter was put in. on ultrasonography of the penile. The hematoma was present in the corpus cavernous and spongiosum, and the urethra lumen was uneven. A pendulous urethral rip about 5 mm in size was found during urethroscopy. After 2 days of observation, the erectile function returned without pain or menstrual blood. After two days of conservative therapy, the patient was discharged from the hospital. Conclusion: Conservative treatment of the penile fracture is still an option based on clinical findings in cases.

Infertilitas telah lama menjadi masalah kesehatan global dan berdampak pada 1  dari 10 pasangan. Salah satu faktor yang terkait dengan hal tersebut adalah dislipidemia. Dislipidemia seperti halnya sindroma metabolik lainnya, telah menjadi epidemi global. Diperkirakan 12-37% populasi asia dan 12-26% populasi eropa mengalami sindrom metabolik. Dislipidemia menurunkan kuantitas sperma dengan meningkatkan oksidan bebas/radical oxygen species (ROS) akibat adanya lipotoksisitas dan peroksidasi lipid. Salah satu tatalaksana yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah pemberian antioksidan. Tanaman kelor (Moringa oleifera)  mengandung beberapa senyawa antioksidan seperti senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, vitamin C, vitamin E, dan steroid. Diharapkan daun kelor juga dapat melindungi sel sperma dari oksidan bebas akibat dislipidemia dan secara tidak langsung dapat menjadi salah satu pilihan terapi infertilitas. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan The post-test only control group design. Sampel penelitian terdiri dari 30 ekor tikus Rattus novergicus strain winstar yang dibagi kedalam 6 kelompok. Perlakuan dimulai dengan pemberian pakan atherogenic pada tikus untuk merangsang timbulnya dislipidemia. Setelah itu, dilakukan pemberian ekstrak ethanol daun kelor diberikan pada kelompok perlakuan untuk mengetahui efek daun kelor terhadap kuantitas sperma tikus yang diinduksi dislipidemia. Kuantitas sperma dihitung secara mikroskopis dalam kamar hitung dengan satuan 106/ml. Analisis data menggunakan uji analysis of variance (ANNOVA) one way. Bila hasil menunjukkan perbedaan, akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Terdapat perbedaan yang bermakna antara kolestrol total, trigliserida, high density lipoprotein, low density lipoprotein, dan kuantitas sperma dari masing-masing kelompok perlakuan berdasarkan uji ANNOVA one way (p < 0,05). Pada uji post hoc Duncan, induksi dislipidemia menyebabkan penurunan kuantitas sperma yang signifikan dibandingkan kelompok lainnya. Pemberian ekstrak daun kelor 200 dan 400 mg/kgBB memberikan hasil yang tidak berbeda jauh dengan pemberian atorvastatin terhadap peningkatan kuantitas sperma. Pemberian ekstrak daun kelor 800 mg/kgBB dapat meingkatkan kuantitas sperma tikus secara signifikan.