Artikel difokuskan pada asas teritorialitas yang diatur pada Pasal 2 dan Pasal 3 KitabUndang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"). Asas teritorialitas merupakan asas pokok atau asasutama, sementara asas lainnya merupakan tambahannya. Artikel ini membahas tiga pertanyaan:pertama, bagaimana pengaturan asas teritorialitas di Indonesia; kedua, bagaimana perluasan asasteritorialitas di Indonesia; dan ketiga, apakah asas teritorialitas dan perluasannya juga diatur dinegara lain. Artikel ini menyimpulkan bahwa: 1. Rumusan asas teritorialitas diatur dalam Pasal 2KUHP inti nya adalah bahwa berlakunya hukum pidana Indonesia itu digantungkan kepada wilayahdimana tindak pidana itu dilakukan. Jika tindak pidana dilakukan di wilayah Indonesia, maka hukumpidana Indonesia berlaku atas tindak pidana tersebut. Perkembangan pengaturan asas ini dalamhukum pidana Indonesia di Pasal 4 RUU KUHP sudah mencakup apa yang saat ini diatur padaPasal 2 dan Pasal 3 KUHP serta perubahannya. Ketentuan ini juga mencakup perkembangan baruyakni tindak pidana di bidang teknologi informasi atau tindak pidana lainnya yang akibatnya dialamiatau terjadi di wilayah Indonesia. 2. Pasal 3 KUHP memperluas berlakunya asas teritorialitas denganmemandang kendaraan air Indonesia sebagai ruang tempat berlakunya hukum pidana Indonesia(bukan memperluas wilayah Indonesia). Penambahan pesawat udara ke dalam Pasal 3 KUHPdilakukan dengan disahkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1976. Pasal 3 diperluas ruanglingkupnya sehingga pengertian jurisdiksi kriminil Republik Indonesia mencakup pesawat udaraIndonesia. 3. Semua negara menganut asas teritorialitas, sebagai contoh di Malaysia, Singapura,Thailand, Jerman dan Belanda.
Upaya memberantas pornograji wmpaknya ti- 513Masalah pornografi tetap menjadi masalah yang menarik untuk dibicarakan sampai saat ini. Banyak kalangan menilai berbagai bentuk pornografi telah mulai mewabah kembali di berbagai tempat. Hal yang menjadi perbedaan adalah mengenai definisi pornografi itu sendiri. Sementara itu perdebatan juga muncul, apakah ada kaitan antara pornografi dengan meningkatnya kejahatan lain, serta cukuplah pengaturan masalah ini dalam hukum pidana kita. Inilah diantara berbagai hal yang akan penulis kemukakan dalam tulisan ini. DefinisiKalau kita mencari definisi pornografi, maka akan kita dapati berbagai perumusan yang berbeda-beda. Istilah pornografi berasal dari kata "pornographic" yang berasal dari bahasa Yunani yaitupornographs (porne=pelacur, dan graphein=tulisan atau lukisan, jadi tulisan atau lukisan tentang pelacur, atau suatu deksripsi dari perbuatan para pelacur). Pornografi ini kadangkadang disebutjuga dengan istilah ·obscence" (cabul), "lewd" (cabullkotor), Nomor 6 Tahun XXVI
This article discusses parties to crime which are an important part of substantive criminal law. This concept is related to the involvement of more than one person in a criminal offence. Problems in participation include its definition, forms of participation, timing of implementation and criminal responsibility of the person involved in the participation. The debate over parties to crime has started from its definition since the formulation the Criminal Code is very short and need interpretation and the differences among the forms of participation. This article also discusses the arrangement of participation in several.
Untuk menjamin pemilihan umum yang bebas dan adil diperlukan perlindungan bagi para pemilih , bagi para pihak yang mengikuti pemilu, maupun bagi rakyat umumnya dari segala ketakutan. imimidasi, penyupan, penipuan, dan praktek-praktek curang lainnya, yang akan mempengaruhi kemurnian hasil pemilihan umum. Jika pemilihan dimenangkan melalui cara-cara curang (malpracrices) , maka sulit dikatakan bahwa para pemimpin atau para legislator yang terpilih di parlemen merupakan wakilwakil rakyat. Guna melindungi kemurnian pemilihan umum yang sangat penting bagi demokrasi itulah para pembuat undang-undang telah menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam pemilihan umum sebagai suatu tindak pidana. Dengan demikian undang-undang tentang pemilu di samping mengatur tentang bagaimana pemilu dilaksanakan juga melarang sejumlah perbuatan yang dapat menghancurkan hakekat free and fair election itu serta mengancam pelakunya dengan hukuman.Ketentuan tentang tindak pidana pemilu itu telah dimuat baik dalam Kilab Undang-undang Hukum Pidana, undang-undang Pemilu , Jalluari -Mare! 2003
Membahas mengenai perbandingan tindak pidana pemilu di empat negara Asia Tenggara. Sebelumnya perlu dijelaskan dan dibatasi apa yang dimaksud tindak pidana pemilu yaitu : "Semua pelanggaran atas ketentuan yang berkaitan dengan proses pemilihan umum dimana pelanggaran itu diancam dengan sanksi pidana oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemilihan umum". pengaturan tindak pidana pemilu di Indonesia jauh lebih sedikit dan cakupannya kurang luas dibanding pengaturan di negara Malaysia, SIngapura, maupun Philipina. Termasuk di dalamnya kurangnya pengaturan mengenai bribery atau money politics yang sangat sedikit, sehingga banyak kecurangan dalam bidang ini yang tidak bisa dihukum. Dengan membandingkan tindak pidana pemilu, diharapkan dapat diambil manfaat untuk perbaikan peraturan perundang-undangan pemilu ke depan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.