Joint assets are assets obtained either individually or with a husband and wife as long as the marriage is underway without questioning registered in the name of anyone. Although the term jurisprudence of shared assets is not found, the community practice does not separate husband and wife's assets in marriage giving birth to a conception of shared assets which is then considered to be syirkah between husband and wife in the institution of marriage. Divorce is one of the causes of the emergence of problems relating to shared property. The problem that is possible is that there is no division in accordance with the provisions of the applicable laws. The question is how to divide shared assets in Samalanga and what is the problem. The research is qualitative research in the form of field studies using a conceptual approach. The results of the study found that in Samalanga-Bireuen there were cases of joint property controlled by one of the wives or husbands, even though the customary practice of the Samalanga community carried out joint property distribution between husband and wife after divorce with a third pattern. This happened because between the husband and wife found that there was still an attitude of apathy and laity towards the existence of shared assets in the marriage.Keywords: Problems, Joint Assets, Divorce.
Abstrak: Peralihan harta selain kewarisan dalamIslam salah satunya dikenal dengan wasiat, yaitu dengan cara berpesan seseorang terhadap sebagian harta kekayaannya pada saat seseorang tersebut masih hidup dan berlaku setelah meninggalnya pewasiat.Salah satu bentuk wasiat ialah wasiat yang berupa honorarium.Wasiat honorarium adalah wasiat yang berasal dari pokok harta peninggalan mayit, dan jenis ini masuk dalam wasiat yang berupa benda yang mempunyai ukuran tertentu yang harus di berikan kepada orang yang berhak menerima wasiat yang telah di wasiatkan oleh seseorang sebelum ia meninggaldunia, seperti angsuran tahunan, bulanan, atau harian, yang tidak berbeda dengan wasiat pada umum nya hanyasajaiamenggunakan system angsuran. Wasiat berupa honorarium ini umumnya dikenal di wilayah timur seperti Mesir. Mengenai batas waktu pemberian wasiat berupa honorarium ini terdapat perbedaan pendapat Wahbah Az-zuhaili yang mengatakan bahwa wasiat honorarium tidak boleh melebihi dua (2) generasi jika lebih maka untuk generasi selebihnya dianggap batal. Untuk memperoleh jawaban dari hal tersebut maka dalam Penelitian ini penulis menggunakan kepustakaan (library Research)dan dilakukan dengan menggunakan metode deskriktif-analisis-kompratif, yaitu menggambarkan konsep pemikiran wahbah Az-Zuhaili tentang wasiat berupa Honorarium berikut dengan landasan hukumnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Wasiat berupa Honorarium sama seperti wasiat lainnya hanya saja berbeda dalam pemberiannya yang dilakukan secara berangsur-angsur. Wahbah Az-Zuhaili menggunakan metode istimbat hukum maqasid syari’ah (Dharuriyat) yaitu kepentingan untuk memelihara harta. Dalam hal ini pemeliharaan harta si pewasiat yang akan diwasiatkan kepada penerimanya harus dapat dipastikan sampai untuk yang berhak. Pemberian wasiat secara berangsur-angsur dilakukan agar harta yang diwasiatkan dapat membawa manfaat untuk jangka waktu yang lama sehingga tidak sia-sia. Dan juga pemberian wasiat dengan jalan angsuran sering terjadi dalam kasus si penerima wasiat yang masih berada dibawah umur yang mana ia tidak dapat menggunakan hartanya secara baik, maka oleh sebab itu untuk menghindari pemanfaatan dari pihak lain jalan terbaik adalah dengan angsuran sesuai kebutuhan si penerima wasiat namun tidak melebihi dari sepertiga harta yang dimiliki keseluruhan si pewasiat tentunya.Abstract: The transition of treasures other than religious in Islam, one of which is known as a testament, is through a message of some of its wealth when the person is alive and occurs after the death of a testament. One form of wills is an honorarium. The honorarium will be a testament derived from a Mayite estate, and this type is entered into a will which has a certain size that must be given to the person who has the right to accept a will that has been waged by a person before he passed away, such as annual, monthly, or daily installments, which is no different from his generalized wills in his general drifting system installments. Wills in the form of honorarium is commonly known in the eastern regions such as Egypt. As for the deadline for this honorarium, there is a difference in the opinion of Wahbah Az-Zuhaili who said that an honorarium will not exceed two (2) generations if more then for the other generation is considered void. To obtain an answer from this, in this research the author uses library Research and is done using the method-analysis-comparative methods, namely, describing the concept of the thought of the Wahbah Az-Zuhaili of wills in the form of Honorarium with its legal basis. The results showed that. Wills in the form of the Honorarium is just as other wills are only different in the grade given. Wahbah Az-Zuhaili uses the special method of law Maqasid Syari'ah (Dharuriyat), which is the interest to preserve wealth. In this case, the maintenance of the property will be disclosed to the recipient must be ensured to the right. Probate will gradually be done so that the declared property can bring benefits for a long period so it is not in vain. And also the provision of a will in installments often occur in the case of the recipient who is still under the age of which he is not able to use his property properly, therefore to avoid the utilization of the other parties the best way is in installments according to the needs of the recipient but not exceeding the third property owned by the wills, of course.
Ketentuan tentang cara pembagian harta bersama diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 97 dengan pola seperdua. Namun dalam prakteknya, masyarakat di Kabupaten Bireuen melakukan pembagian harta bersama dengan pola sepertiga. Karena itu, muncul pertanyaan apa dasar filosofi pembagian KHI dengan pola seperdua pasal 97 KHI tersebut dan mengapa praktek pembagian harta bersama di Kabupaten Bireuen dilakukan pembagiannya dengan pola sepertiga. Pertanyaan selanjutnya bagaimana tanggapan mereka terkait pola pembagian harta bersama pasal 97 KHI. Ketiga pertanyaan itulah menjadi fokus pembahasan dalam artikel ini. Berdasarkan data yang diperoleh dan wawancara dengan beberapa responden menyatakan bahwa filosofi pembagian harta bersama dengan pola seperdua untuk melindungi dan memperkuat eksistensi perempuan secara finansial. Sedangkan praktek pembagian harta bersama di Kabupaten Bireuen pada umumnya dilakukan dengan pola sepertiga, dalam kasus-kasus tertentu juga diterapkan seperti halnya pola pembagian KHI. Menanggapi ini, ulama dayah di Kabupaten Bireuen tidak menolak rumusan pembagian harta bersama pasal 97
Harta bersama merupakan harta yang diperoleh suami isteri selama dalam ikatan perkawinan. Keberadaannya dalam institusi keluarga merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Dalam rumah tangga yang harmonis, tidak ada persoalan berkaitan dengan harta bersama, namun ketika terjadinya keretakan rumah tangga, barulah muncul persoalan berkaitan dengan harta bersama. Dalam hal terjadinya persoalan, maka perkaranya dapat diselesaikan melalui proses ligitasi pada Mahkamah Syar`iyah. Persoalannya, dari 412 putusan hakim Mahkamah Syar`iyah di Aceh tentang harta bersama, semua putusannya didominasi dasar pertimbangan hakim pada ketentuan perundang-undangan tertulis yaitu Pasal 97 KHI, hampir tidak ditemukan putusan yang contra legem, padahal dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengamanahkan bahwa hakim wajib menggali dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Atas dasar itulah, artikel ini mengupas bagaimana pemenuhan aspek maslahah dalam putusan hakim tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif dan pertimbangan maslahah. Hasil penelitian bahwa untuk memenuhi aspek maslahah dalam putusan hakim Mahkamah Syar`iyah di Aceh, langkah yang dapat dilakukan oleh hakim adalah mempertimbangkan kembali adat masyarakat dalam pembagian harta bersama. Mengidentifikasi kandungan aspek maslahah secara sungguh-sungguh dalam setiap putusan. Menerapkan aspek maslahah secara konsisten dalam setiap pengambilan keputusan hukum dalam menyelesaikan perkara harta bersama, serta perlu keberanian hakim berijtihad dalam menyelesaikan perkara harta bersama.
The implementation of a clean and effective government aspired to by the community, public services and law enforcement are two inseparable aspects of efforts to create a democratic government that aims to improve people's welfare, justice, legal certainty, clean and transparent government (clean government and good governance). governance). In fact, there are still many maladministration carried out by public services. The formulation of the problem in this research is how is the Islamic perspective related to supervision and how is the process of public supervision and what factors are the obstacles experienced by the Aceh Ombudsman. This type of research is classified as field research, which is descriptive in nature, namely research that describes and describes data sourced from primary data through interviews, observations and reports in the form of documents and secondary data by conducting library research in the form of Al- Qur'an, Hadith, opinions of scholars, laws and regulations, documents and books and other scientific works. Based on the results of the study, it can be concluded that there is maladministration in Bireuen Regency regarding the misuse of public service facilities in the field of BPBD damkar, so that the Ombudsman conducts an investigation of the service. Fiqh Siyasah's review of the supervision carried out by the Ombudsman does not conflict with the Shari'a, but the supervised service is not responsible for its service to the needs of the community.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.