Pendahuluan: Setiap individu akan mengalami proses penuaan yang merupakan proses alami terjadinya perubahan termasuk perubahan pada jaringan rongga mulut. Gigi geligi merupakan salah satu faktor yang berperan penting. World Health Organization (WHO) menetapkan standar yang dapat dianggap normal bahwa jumlah gigi lansia usia lebih dari atau sama dengan 60 tahun minimal memiliki 20 buah gigi yang dapat mendukung fungsi pengunyahan, bicara, dan estetik. Kondisi rongga mulut yang buruk merupakan penyebab kehilangan gigi pada lansia sehingga dapat meningkatkan risiko penurunan fungsi kognitif karena terganggunya fungsi mastikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara jumlah gigi terhadap fungsi kognitif pada lansia, yang tidak menggunakan gigi tiruan. Metode: Observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Wawancara pada 53 responden menggunakan kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) untuk menilai kemampuan fungsi kognitif dan membedakan fungsi kognitif normal, gangguan kognitif ringan, atau berat, serta pemeriksaan jumlah kehilangan gigi. Terdapat lima aspek yang dinilai yaitu orientation, registration, attention and calculation, recall, and language. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menguji hipotesis adanya hubungan antara jumlah gigi dengan fungsi kognitif pada lansia. Hasil: Semakin bertambah usia lansia maka jumlah kehilangan gigi juga semakin banyak. Lansia yang mengalami kehilangan gigi > 12 buah (88,67%) mengalami gangguan kognitif ringan sampai berat, sedangkan lansia yang mengalami kehilangan gigi ≤ 12 buah (11,32%) memiliki fungsi kognitif normal. Simpulan: Lansia di Natuna, yang tidak menggunakan gigi tiruan dan mengalami kehilangan gigi > 12 buah cenderung lebih rentan mengalami penurunan fungsi kognitif.