<p align="center">ABSTRACT</p><p>Clove is one of the commodities that continually contributes to both income national and local levels, as export commodities or fulfills domestic demand. Clove developed at moluccas first in Indonesia, namely; Bacan, Makian, Moti, Ternate, and Tidore. Moluccas have cultivated clove for generations and have high diversity of clove genetic resources. Several famous indigenous cloves are AFO, Tibobo, Tauro, Sibela, Indari, Air mata, Dokiri, Daun Buntal, and others. In addition, there are clove cultivation, namely; Zanzibar, Siputih, Sikotok, and Ambon. Diversity of varieties and agro- ecological conditions makes Moluccas be largest production of clove after South Sulawesi. Due to various constraints, clove production is estimated decreased. This is due to lack of rehabilitation of plants as the impact of low prices or lack of technology introduction. This paper describes about clove production in Maluku with and without rehabilitation. Based on the results of dynamic systems model, clove production was projected decline until 15 to 30 years. Efforts to maintain clove existence as clove producer and increase of productivity should be done immediately by plant rehabilitation in the long term. Rehabilitation efforts by replacing old plant and replacement 10% of degraded land per year will fulfill the cloves of demand whichincreased 1.5% per year. Plant rehabilitation must be accompanied with increasing productivity in the short term through fertilization to repair the damage crops after harvest.</p><p>Keywords: Cloves, crop area, rehabilitation, productivit</p><p> </p><p align="center">ABSTRAK</p><p>Cengkeh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional maupun daerah secara berkelanjutan, baik sebagai komoditas ekspor maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Cengkeh berkembang pertama kali di lima pulau kecil di Maluku, yakni Bacan, Makian, Moti, ternate, dan Tidore. Masyarakat maluku telah mem- budidayakan cengkeh secara turun temurun dan Maluku memiliki keragaman sumber daya genetik cengkeh yang tinggi. Cengkeh asli Maluku yang banyak dikenal adalah cengkeh AFO, Tibobo, Tauro, Sibela, Indari, Air mata, Dokiri, dan Daun Buntal, sedangkan cengkeh budi daya yaitu Zanzibar, Siputih, Sikotok, dan Ambon. Keanekaragaman varietas dan kondisi agroekologi yang mendukung menjadikan Maluku sebagai produsen cengkeh terbesar di Indonesia setelah Sulawesi Selatan. Produksi cengkeh di Maluku pada masa mendatang diperkirakan akan terus menurun karena berbagai kendala, terutama akibat minimnya peremajaan atau rehabilitasi tanaman rusak karena ditinggalkan petani sebagai dampak rendahnya harga atau minimnya introduksi teknologi sehingga produktivitas tanaman rendah. Tulisan ini menjelaskan proyeksi produksi cengkeh Maluku dengan dan tanpa rehabilitasi. Berdasarkan hasil analisis model sistem dinamis diproyeksikan penurunan produksi cengkeh terus berlanjut hingga 15 sampai 30 tahun mendatang. Upaya mempertahankan eksistensi Maluku sebagai penghasil cengkeh dan peningkatan produksi harus segera dilakukan terutama dengan cara rehabilitasi tanaman dalam jangka panjang. Upaya rehabilitasi dengan cara mengganti tanaman tua danmempebaiki 10% lahan rusak per tahun akan memenuhi permintaan cengkeh yang meningkat 1,5% per tahun. Rehabilitasi tanaman harus diiringi dengan upaya peningkatan produktivitas melalui pemupukan guna memperbaiki kerusakan tanaman setelah panen dan dilakukan dalam jangka pendek.</p><p>Kata kunci: Cengkeh, areal pertanaman, rehabilitasi, produktivita</p>