Pelaksanaan akad nikah pada masa menyebarnya wabah covid 19 mendapatkan tantangan yang menyebabkan munculnya beberapa perspektif hukum. Adanya pembatasan social menyebabkan aktivitas berkumpul dilarang keras oleh pemeritah. Tidak terkecuali aktivitas berkumpul pada acara pernikahan. Hukum akad nikah daring pada masa covid-19 dalam perspektif hukum Islam Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali terhadap akad nikah daring, jika suami atau wali tidak berada disatu majlis (kumpulan banyak orang dalam satu tempat), maka harus mewakilkan pernikahan kepada orang yang dinilai memenuhi syarat untuk menjadi wakil wali dalam pernikahan, begitu juga dengan dua orang saksi tetap berada dalam majelis. Salah satu syarat penting dalam suatu akad pernikahan adalah adanya kesinambungan (Muttashil) antara ijab dan qabul. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal Akad nikah dinyatakan sah apabila memenuhi dua rukun yaitu ijab qabul, serta syarat-syaratnya telah dipenuhi, Imam Ahmad Bin Hanbal menginterprestasikan (kesimpulan pandangan seseorang terhadap sesuatu) satu majelis dalam arti non fisik (dapat dilihat bukan dari bentuknya) bukan masalah tempat.