Balikpapan memiliki preferensi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tersebar dan berlangsung cukup lama di beberapa lokasi salah satunya di Pasar Klandasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wilayah III Pasar Klandasan Balikpapan saat ini ada sebanyak 600 pedagang serta 40-50 pedagang kaki lima binaan di Pasar Klandasan yang diwajibkan membayar retribusi jasa umum setiap harinya. Retribusi daerah yang dibayarkan setiap harinya kepada pemerintah daerah selain mendatangkan keuntungan bagi pemerintah daerah juga akan bermanfaat bagi pedagang kaki lima sendiri. Namun, hal ini mendapatkan kendala karena adanya berbagai penafsiran dari PKL dalam hal pembayaran retribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman makna retribusi daerah bagi pedagang kaki lima kawasan Pasar Klandasan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan penelitian fenomenologi trasendental Husserl. Fenomenologi bertujuan mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam Tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKL memaknai retribusi daerah sebagai pemasukan daerah, bentuk kesadaran akan penggunaan jasa dan bentuk biaya mendapatkan rasa aman. Pada pemaknaan sebagai pemasukan daerah, PKL memahami bahwa retribusi yang mereka bayarkan ini akan menjadi pemasukan daerah yang nantinya digunakan kembali jika ada kegiatan terkait kegiatan PKL. Bentuk kesadaran akan penggunaan jasa yang dimaksud yaitu jasa umum lahan atau tempat yang digunakan PKL untuk melakukan kegiatan usahanya sedangkan biaya mendapatkan rasa aman merupakan wujud perasaan PKL yang timbul setelah membayar retribusi, rasa aman yang dimaksud ialah aman dari penggusuran dan pembongkaran dari pemerintah. Penelitian ini membantu aparat daerah untuk menentukan pendekatan yang tepat dalam intensifikasi pajak.