Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah gangguan yang terjadi pada saluran pernapasan, yang ditandai dengan adanya penyempitan, hambatan aliran pada jalan napas dan bersifat kronik sehingga menyebabkan sesak. Bronkodilator dan kortikosteroid merupakan terapi lini pertama untuk pasien PPOK. Tatalaksana terapi yang tepat dan efektif dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas PPOK. Namun, masih ditemui adanya permasalahan terkait efektivitas terapi pada pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit. Salah satu parameter penting yang perlu dimonitoring pada pasien PPOK adalah arus puncak ekspirasi (APE). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan bronkodilator dan kortikosteroid terhadap perubahan nilai APE pasien PPOK. Penelitian ini dilakukan di RSUP Persahabatan Jakarta dengan desain studi cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien periode tahun 2018 dengan kriteria inklusi: pasien didiagnosa PPOK, mendapatkan terapi bronkodilator dan kortikosteroid serta memiliki data APE yang lengkap. Jumlah sampel sebanyak 99 dan ditentukan melalui purposive sampling. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t-berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi bronkodilator dan kortikosteroid dapat meningkatkan nilai APE pasien PPOK sebesar (49,85±43,61) L/menit atau (46,05±51,15) %. Sebanyak 94,95% pasien mengalami peningkatan nilai APE dan sebanyak 73,74% megalami peningkatan APE ≥ 15%. Terapi bronkodilator dan kortikosteroid memiliki efek yang signifikan terhadap perubahan nilai arus puncak ekspirasi (APE) pasien PPOK (p=0,000).