Pasien di Unit Perawatan Intensif Anak (PICU), selain menghadapi penyakit dasar, juga berisiko tinggi mengalami infeksi sekunder. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya prosedur medis, penggunaan alat-alat invasif, dan lamanya durasi perawatan. Memberikan antibiotik kepada hampir semua pasien PICU, meskipun tanpa tanda-tanda infeksi, telah menjadi praktik umum. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui gambaran dan dampak dari penggunaan antibiotik irasional (baik sebagai terapi empiris, profilaksis maupun sebagai terapi definitif), serta mengetahui peran biomarker sebagai acuan pertimbangan pemberian antibiotik pada pasien anak di PICU. Penggunaan antibiotik yang irasional pada anak yang dirawat di PICU masih terjadi di berbagai belahan dunia, baik sebagai terapi empiris, profilaksis maupun sebagai terapi definitif. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya kejadian resistensi antibiotik, memperpanjang durasi perawatan, meningkatkan beban ekonomi masyarakat, dan paling parah dapat meningkatkan angka kematian akibat infeksi. Pemeriksaan PCT dan CRP telah terbukti memiliki kaitan dengan tingkat keparahan penyakit, kedua marker tersebut berperan membedakan etiologi (infeksi vs non-infeksi) pada pasien sehingga dapat memandu inisiasi, deeskalasi, atau penghentian antibiotik. Untuk mengurangi resistensi antibiotik, penting dilakukan edukasi berkala kepada tenaga medis tentang protokol pemberian antibiotik mencakup indikasi, jenis, dosis dan lama pemberian. Dapat pula disediakan form tertulis untuk menilai keperluan terapi dengan menggunakan alur Gyssens. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak agar strategi penanganan dapat berjalan secara komprehensif dan berkesinambungan.