Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik

Abstract

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) termasuk penyakit tidak menular dengan tren prevalensi yang meningkat di berbagai negara termasuk Indonesia. Fungsi ginjal sendiri cukup beragam, tidak hanya untuk menyaring darah. Salah satu fungsi ginjal lainnya ialah menghasilkan hormon eritropoietin, yang bertugas untuk memicu eritropoiesis atau pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, pasien PGK rentan mengalami anemia karena kapasitas ginjal untuk menghasilkan hormon tersebut berkurang. Kondisi anemia pada PGK atau anemia renal turut berpengaruh pada kualitas maupun harapan hidup pasiennya. Data epidemiologi menunjukkan bahwa anemia merupakan faktor risiko independen terhadap kematian pada PGK. Di Indonesia sendiri hampir 80% pasien hemodialisis kadar hemoglobinnya bahkan tidak mencapai 10 g/dL. Walaupun defisiensi eritropoietin menjadi patofisiologi mendasar pada anemia renal, masih ada hal-hal lain yang bisa memicu anemia pada PGK. Alur tata laksana anemia renal pun tidak serta merta dengan pemberian agen pemicu eritropoiesis. Ada serangkaian pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan langkah-langkah terapi anemia renal. Salah satunya adalah memastikan bahwa pasien tidak mengalami defisiensi besi baik secara absolut maupun fungsional. Setiap pilihan terapi untuk penanganan anemia renal memiliki risiko tersendiri. Ada juga terapi inovatif yang baru dikembangkan berupa HIF-stabilizer yang bekerja dengan menstimulasi ginjal untuk meningkatkan produksi eritropoietin walaupun pada fungsi ginjal yang menurun.