Jejaring sosial adalah sebuah wadah bertemunya berbagai jenis pengguna berikut dengan berbagai jenis kebutuhan informasi dan tujuan pengaksesan. Dengan adanya kondisi tersebut, untuk menjamin keamanan dan kenyamanan privasi pengguna, Anonimitas lahir sebagai “fasilitas minimal’ guna mengamankan informasi personal ketika pengguna sedang berjejaring. Namun seiring perkembangan zaman karateristik pengguna juga berubah, sehingga terjadi pergeseran preferensi penggunaan dan kepatuhan terhadap regulasi serta etika pada saat berjejaring sosial di ruang. Hal tersebut juga menjadi stimultan tumbuhnya malfungsi dari Anonimitas yang mengarah ke tindakan pelanggaran etika sampai dengan tindakan kriminal.Dengan berbagai permasalahan yang terjadi, tulisa ini dimaksudkan untuk menggali pergeseran pola penggunaan dan karakteristik pengguna terhadap munculnya penyimpangan anonimitas di ruang digital, dengan menggunakan konsep kebudayaan dan etika digital. Dengan menerapkan metode studi literatur, penelitian ini bertujuan membentuk suatu pemahaman yang mendalam terkait penggunaan anonimitas di ruang digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivis, fokus pada pengumpulan data konsep dan teori serta data pendukung terkait masalah kebebasan berpendapat, anonimitas, budaya partisipasi, dan dominasi subyektivitas pengetahuan di ruang digital dalam rentang waktu 15 tahun (2008-2023). Hasil kajian diharapkan dapat memberikan saran yang dapat diterima oleh semua pihak terkait, serta menjadi bahan diskusi lanjutan dalam konteks yang sama pada masa yang akan datang. Hasil penelitian disimpulkan bahwa Anonimitas dalam ruang digital menciptakan tantangan terkait hak kekayaan intelektual, peningkatan kasus cybercrime, dan akses tidak terkendali terhadap konten kontroversial seperti pornografi, menyulitkan regulasi pemerintah karena kendala teknis.