“…Masyarakat Kecamatan Togo Binongko telah menjadi pandai besi secara turun temurun dan menganggap industri pandai besi merupakan motor penggerak bagi perekonomian karena mampu memberikan keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Sumanti, 2020) Pembinaan terhadap industri pandai besi dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan, magang atau studi banding, pendampingan dan pemberian bantuan peralatan produksi untuk meningkatkan keuntungan usaha (Adiputra, 2020;Azmi et al, 2015;Talakua, 2008) Pelaku usaha industri pandai besi di Kecamatan Togo Binongko tidak memiliki tanah sendiri, mereka meminjam tanah untuk membuka usaha dan harus pindah jika tanah tersebut diambil kembali oleh pemiliknya, keterbatasan modal untuk menunjang kebutuhan usaha pandai besi, seperti pembelian bahan baku besi, keterbatasan modal dalam usaha pandai besi akan menyebabkan ketidak lancaran proses produksi, tidak adanya partner kerja sehingga produksi pandai besi tidak berjalan lancar karena dilakukan sendiri, sedangkan industri pandai minimal dalam setiap produksi memerlukan dua orang pekerja terampil/mahir dan memiliki kecocokan dalam bekerja, harga jual produk industri pandai besi menjadi tidak menentu/stabil dikarenakan pembeli melakukan penawaran produk tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan sehingga pendapatan industri pandai besi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Saifuddin et al (2016) konsumen mengeluhkan ketidakseragaman produk dan kualitas produk, khususnya pada peralatan pertanian, sehingga tidak dapat bersaing dengan produk dari negara lain. Hasil akhir sangat dipengaruhi oleh keadaan perajin pandai besi yang kurang memahami secara ilmiah dalam memilih bahan dasar dan tata cara penyepuhan (perlakuan panas) yang hanya berdasarkan adat turun temurun.…”