Attributional Style and Self-Efficacy in Singaporean Adolescents

Abstract

This investigation examined the relationship between adolescent students’ attributional style and their perceived academic self-efficacy using the Children's Attributional Style Questionnaire (CASQ) (Seligman et al., 1984) and Multidimensional Scales of Perceived Self Efficacy (Bandura, 1989). Attributional style, defined as the way in which people explain events (Abramson, Seligman, & Teasdale, 1978), is represented by three dimensions: permanence, pervasiveness, and personalisation. Statistically significant differences were observed between attributional style for gender and academic streams. Females were more optimistic and hopeful than males. They attributed permanence to good events, but assumed personal responsibility for bad events. Males displayed a more negative attributional style, perceiving negative events as permanent and pervasive. Higher-ability students reported greater optimism about their future compared to their lower-ability students. No gender and ability differences were found for academic self-efficacy. Students’ attributional style was positively associated with their efficacy for self-regulated learning. Findings were interpreted in terms of educational implications and student empowerment, with suggestions made for future studies.

Optimisme dan Dukungan Sosial terhadap Self-Efficacy Anak Jalanan

“…Sikap optimis yang berisi daya tahan dan daya juang dapat membuat anak jalanan bertahan saat kesulitan datang dan berusaha untuk menyelesaikan masalah sebaik mungkin. Yeo (2012) menemukan hubungan yang signifikan antara optimisme dan self-efficacy dengan arah positif. Partisipan dalam penelitian tersebut adalah 533 siswa kelas tujuh: 294 anak laki-laki (usia rata-rata 12,9 tahun, SD = 0,34) dan 239 anak perempuan (usia rata-rata 12,9 tahun, SD = 0,44).…”

“…Ditemukan bahwa optimisme secara signifikan berpengaruh terhadap self-efficacy. Hal ini berhubungan dengan penelitian yang Yeo (2012), dan Harjot (2015) yang menemukan korelasi positif antara variabel optimisme dan self-efficacy. Temuan ini juga sesuai dengan literatur coping remaja yang mengungkapkan bahwa remaja dengan optimisme yang baik cenderung menampilkan perilaku dan strategi yang lebih efektif ketika berurusan dengan tekanan di sekolah dan situasi lain (Roesch, Vaughn, Aldridge, & Villodas, 2009;Suldo, Shaunessy, & Hardesty, 2008) Ditemukan bahwa satu dari tiga dimensi optimisme secara signifikan memengaruhi self-efficacy, yaitu dimensi permanence.…”

“…Dimensi permanence memiliki nilai koefisien regresi dengan arah positif yang menjelaskan bahwa semakin tinggi permanence maka semakin tinggi self-efficacy individu. Yeo (2012) menemukan bahwa adanya keterkaitan yang kuat antara permanence dan selfefficacy pada remaja. Weiner (1972) menjelaskan bahwa permanence berkontribusi terhadap tingkat motivasi dan harapan yang lebih besar dari keberhasilan untuk masa depan.…”

“…Kemudian dimensi personalization pada penelitian ini juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap self-effcacy. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yeo (2012) yang menemukan korelasi positif antara personalization dan self-efficacy. Seharusnya individu yang memiliki keyakinan adalah ketika individutersebut memiliki kendali atas sesuatu yang sedang dijalaninya dan kemudian percaya bahwa faktor dari dirinya yang menciptakan suatu keberhasilan (Seligman, 1975).…”

Understanding protective and risk factors affecting adolescents’ well-being during the COVID-19 pandemic

“…In addition, the findings on sex and age differences within such factors and associations are inconclusive 47 . Sex and age perspectives must be taken into account to provide insights into how best to support adolescents in future.…”