Mangrove menyediakan berbagai jasa ekosistem, salah satunya adalah sebagai penyerap dan penyimpan karbon biru. Perhitungan jumlah simpanan dan serapan karbon di hutan mangrove menjadi penting karena hutan mangrove di Indonesia memiliki simpanan karbon biru tertinggi di dunia. Informasi potensi karbon biru mangrove dapat diperoleh dari kegiatan monitoring mangrove yang dilakukan secara berkala. Dengan lokasi penelitian di Dumai, Riau, studi ini mengestimasi karbon yang disimpan dan diserap oleh pohon mangrove di tepi sungai dan dalam hutan. Struktur komunitas diketahui dengan menghitung Shannon-Wiener Index, sementara biomasa dan potensi simpanan karbon mangrove dihitung dengan persamaan alometrik khusus berdasarkan jenis. Jenis mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian antara lain Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, dan Nypa frutican, dimana Stasiun Tepi Sungai didominasi oleh Xylocarpus granatum (kisaran Ø 1.36-23.25 cm), sementara Rhizophora apiculata mendominasi stasiun di dalam hutan dengan kisaran Ø 1.27-23.25 cm. Laju pertumbuhan mangrove cukup beragam dan Avicennia marina memiliki laju tercepat. Hasil menunjukan bahwa dengan estimasi rata-rata biomasa mangrove sekitar 596.56 Mg ha -1 hutan mangrove di Dumai, Riau, berpotensi menyimpan karbon sebesar 285.24 Mg C ha -1 . Karbon yang tersimpan di Stasiun Dalam Hutan lebih besar (332.9 Mg C ha -1 ) dibandingkan dengan di Stasiun Tepi Sungai (237.58 Mg C ha -1 ). Apabila satu hektar hutan mangrove di Dumai, Riau, rusak atau hilang, maka potensi karbon yang dilepaskan sebesar 1046.83 Mg CO2 ha -1 , yaitu setara dengan jumlah CO2 yang terlepas dari pembakaran 524.82 ton batu bara.