Citarum Harum – Investigasi Lapangan Untuk Mengukur Tingkat Sedimentasi Pada Sungai Citarum

Abstract

Sungai Citarum adalah sungai yang sangat strategis bagi masyarakat mengingat Sungai Citarum merupakan sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi 35 juta jiwa masyarakat yaitu sumber air baku bagi penduduk DKI Jakarta, sumber air irigasi seluas 420.000 hektar di Jawa Barat, sumber listrik sebesar 1.900 MW bagi kawasan Jawa-Bali, dan rumah bagi 3 bendungan besar. Namun, Sungai Citarum tengah berada dalam masalah sedimentasi yang akan memperparah efek banjir dan memperpendek umur bendungan-bendungan yang ada.Kegiatan investigasi lapangan di Sungai Citarum dilaksanakan pada Mei 2018. Kegiatan ini dilakukan di beberapa lokasi di sepanjang Sungai Citarum dari hulu sampai hilir pada sebanyak 5 titik. Pada lokasi-lokasi ini, survey hidrometri yang dilakukan adalah pengukuran kecepatan arus sungai dengan currentmeter dan pengukuran kadar sedimen layang dengan US DH-48. Kedua pengukuran tersebut dilakukan pada beberapa titik di satu penampang untuk mendapatkan rata-rata dari kecepatan aliran dan kadar sedimen layang.Dengan menganalisis hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa bahwa kadar sedimen layang cenderung lebih besar di daerah hilir daripada di daerah hulu. Hasil ini menyiratkan bahwa semakin banyak sedimen yang terdapat pada sungai di bagian hilir dibandingkan dengan di bagian hulu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sedimen yang berasal dari longsoran DAS Citarum. Semakin ke hilir, semakin banyak sedimen yang masuk ke dalam sistem Sungai Citarum. Fenomena ini konsisten dengan maraknya perubahan tata guna lahan dari hutan ke daerah industri atau permukiman yang memudahkan terjadinya longsoran sedimen dari DAS ke dalam tubuh sungai.

Water pollution level of the Upstream Citarum river based on macrozoobenthic family biotic index

“…research [14] which shows that station 3 has an increased quantity of sediment in 2018, the sediment comes from land erosion in the watershed and sediment carried from the upstream. The highest average light transparency is at station 1, which is 48,1 cm ± 8,2, and the lowest average light transparency is at station 4, which is 23,2 cm ± of 9,9.…”

“…Station 2 is the deepest station with an average depth of 66,50 cm ± 4,36, and station 3 is the shallowest station with an average depth of 26,50 cm ± 11,85. According to Kurniawan et al [14] the depth of the river is affected by the sedimentation/deposition process, if the sedimentation is high, the river will become increasingly shallow. Station 3 has the shallowest depth due to high sedimentation processes because station 3 is surrounded by cliffs of land that are prone to landslides which then enter into the river body and cause sedimentation.…”

Manajemen Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Limbah Ternak Di Kawasan Peternakan Daerah Aliran Sungai Citarum Kabupaten Bandung

“…Pencemaran dan kerusakan di DAS Citarum disebabkan oleh limbah industri, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah perikanan, dan limbah domestik baik air limbah domestik maupun sampah domestik (Idris et al, 2019). Parameter tercemarnya sungai diantaranya tingginya angka Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) melebihi nilai standar, banyaknya sedimen (Kurniawan et al, 2019), tingginya kontaminan logam berat seperti kadmium dan zinc (Shara, Moersidik and Soesilo, 2021), serta tingginya tinja koli (Zahra et al, 2018). Sebanyak 64% BOD di Sungai Citarum dihasilkan dari kegiatan domestik dan aktivitas perkotaan, sedangkan 36% berasal dari kegiatan industri dan pertanian (Asian Development Bank, 2013).…”

“…Pencemaran tidak hanya terjadi di hulu, juga terjadi di bagian hilir Sungai Citarum yang menunjukkan angka tercemar berat (Sholeh et al, 2018). Sedimen di bagian hilir berasal dari hulu DAS, yang disebabkan oleh fenomena perubahan tata guna lahan dari daerah perhutanan ke daerah permukiman dan industri (Kurniawan et al, 2019). Elemen mikroplastik juga ditemukan di sedimen maupun di air sungai (Alam et al, 2019).…”

Analisis Laju Erosi DAS Citarum dari Hulu Hingga Kawasan Muara Menggunakan Sistem Dinamik

“…. Ilyas (2002) dalam Kurniawan et al (2018) yang mengutip laporan Bank Dunia melaporkan bahwa pada tahun 1985 telah ada 1,9 juta hektar lahan kritis dengan tingkat laju erosi rata-rata 20-60 ton/ha/tahun. Angka ini jauh lebih besar daripada laju erosi rata-rata yang bisa ditoleransi yaitu 12,5 ton/ha/tahun (Arsyad, 1989).…”