Agribisnis kopi di Indonesia berkembang pesat dalam 5 tahun terakhir. Komoditas ini memiliki potensi besar untuk berkontribusi signifikan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pasca pandemi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sebagain besar kopi biji petani (56%) dijual dalam bentuk biji kering asalan (raw material), atau curah. Semetara itu, kemajuan pesat sektor pariwisata dan ekonomi kreatif serta perkembangan preferensi konsumen dalam bisnis food and baverage telah mampu mengangkat kopi premium (petik merah) menjadi potensi pasar baru bagi petani. Namun, keterbatasan akses pasar dan sistem rantai pasok serta teknologi penanganan hasil menyebabkan potensi tersebut hanya dinikmati sebagian kecil petani. Peneitian ini bertujuan untuk: mengidentifikasi jaringan rantai pasok kopi dari petani kepada konsumen (eksportir dan industri pengolahan kopi), dari sentra produksi Lampung Barat ke Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil identifikasi jaringan rantai pasok kopi biji terdapat delapan aliran rantai pasok kopi biji dan beberapa pelaku yang terlibat langsung yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, kelompok tani, gabungan kelompok tani, kelompok usaha bersama, dan konsumen (eksportir dan industri pengolahan kopi). Hasil perhitungan dan analisis nilai tambah ekonomi menunjukkan bahwa sebagian besar nilai tambah dari saluran rantai pasok kopi biji dinikmati oleh para pelaku yang terlibat langsung dalam sistem rantai pasok. Penerima nilai tambah terbesar adalah petani dan penerima nilai tambah terkecil adalah pengepul.
Kata kunci: sistem rantai pasok, pelaku dalam rantai pasok, nilai tambah kopi biji