Pendahuluan Malaria adalah salah satu penyebab utama penyakit dan kematian di seluruh dunia. Sekitar 2.4 milyar manusia berhadapan dengan risiko penyakit ini. Saat ini malaria endemik di 92 negara, dan terdapat pada kantung-kantung penularan malaria di berbagai negara (WHO dalam Martens, 2002). Terdapat 300-500 juta kasus klinis malaria, dimana lebih dari 90% terjadi di Sub Sahara Afrika. Di seluruh dunia, malaria menyebabkan 2 juta kematian setiap tahun, dan kematian ini terbanyak terjadi pada anak-anak dibawah lima tahun. Dari semua penyakit menular, malaria selalu menjadi penyebab terbesar penderitaan dan kematian di dunia 1. Risiko terjadinya malaria ditentukan oleh banyak faktor, terutama jenis spesies nyamuk Anopheles, perilaku manusia, dan adanya parasit malaria. Suatu perubahan dari faktor yang manapun, akan mempengaruhi risiko terjadinya malaria. Saat ini perhatian dunia kepada risiko terjadinya malaria mengarah kepada dampak potensial perubahan global. Lingkungan geografis malaria telah berubah sebagai respon terhadap perubahan iklim, pola penggunaan lahan, biodiversitas (keneka ragaman hayati), dan struktur sosiodemografi (termasuk urbanisasi). Pemanasan Global Gas rumah kaca yang menumpuk di atmosfer berlaku seperti tirai yang memerangkap pancaran radiasi panas bumi. Seperti kaca, ia mudah ditembus oleh sinar tampak, tapi mengurung gelombang panjang. Dalam konteks rumah kaca secara harfiah, radiasi gelombang panjang yang terpancar itu tak bisa keluar, karena tak mampu menembus atap dan dinding kaca. Ia berputar-putar di dalam dan sebagian terserap molekul oleh gas-gas rumah kaca. (CO2, N2O dll) dan membuat suhu udara lebih panas. Dalam kontek pemanasan global (global warming), kehadiran gas-gas pencemar di atmosfer itu berperan seperti atap atau dinding kaca. Mereka menghalangi pancaran radiasi gelombang panjang oleh permukaan bumi, laut dan benda-benda di atasnya, baik itu mahluk hidup maupun benda mati 14. Diantara gas-gas rumah kaca yang kini diketahui lebih dari 30 jenis. Gas rumah kaca yang penting adalah karbondioksida (CO2), methane (CH4), nitrous okside (N2O), Chloroflourcarbon (CFC) yang terdiri dari Haloflourocarbon (HFC) dan Perflourocarbon (PFC) serta Sulfur Hexafluoride (SF6). Sumbangan terjadinya pemanasan global yang terbesar adalah CO2 sebesar 61%, CH4 sebesar 15%, CFC sebesar 12%, N2O sebesar 4% dan sumber lain sebesar 8%. Di awal-awal revolusi industri sekitar tahun 1800, konsentrasi CO2 di atmosfer rata-rata baru pada 280 ppm (parts per million). Artinya, ada 280 molekul CO2 dalam setiap satu juta molekul udara. Namun, juli 2007 lalu IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) melaporkan konsentrasi karbon dioksida telah mencapai 383 ppm (Trihusodo, P, Gatra 22-28 November 2007). Hingga kini CO2 masih terus meningkat rata-rata mencapai 0,4% per tahun, yang disebabkan oleh karena pembakaran bahan bakar fosil dan pembotakan hutan. Kalau tidak ada upaya yang serius untuk menekan emisi gas-gas rumah kaca , tahun 2050 nanti konsentrasinya akan melampaui 560 ppm. Suhu bumi akan naik...