Perkembangan teknologi informasi telah menjadikan online haters menggunakan semua tools
yang ada pada Internet, mulai dari static website, streaming audio dan video, sampai situs jejaring sosial.
Teknologi informasi, yang memberikan jaminan atas privasi dan anonimitas, telah memungkinkan
online haters untuk secara terbuka mengungkapkan sudut pandang kebenciannya tanpa ada
perlawanan, oposisi, atau bahkan konsekuensi yang bakal dihadapi dibandingkan jika menggunakan
media atau cara-cara lain. Belum berhasilnya upaya pemolisian, khususnya penegakan hukum,
terhadap online hate speech, diakibatkan Polri salah dalam cara memandang fenomena online hate
speech, karena memandang online hate speech sebagai pelanggaran terhadap peraturan perundangan,
sehingga cenderung mempersempit pengendalian sosial terhadap fenomena tersebut. Perubahan perspektif membuka wacana pengendalian
sosial terhadap online hate speech dapat dilakukan
dengan mengembangkan network of control,
diawali dengan mengidentifikasi titik simpul
yang masih lemah dalam jaring pengendalian
sosial sampai terbentuknya mutual surveillance
tracking systems.