<p>Karya ilmiah ini bertujuan membahas edukasi <em>Tri Hita Karana </em>(THK) dalam pertunjukan drama gong era <em>society</em> 5.0 dan maknanya bagi keberlanjutan budaya Bali. Makalah ilmiah ini merupakan hasil penelitian kualitatif yang datanya dikumpulkan melalui observasi, studi dokumentasi dan wawancara mendalam terhadap pelaku seni dan wakil penonton drama gong, serta pemerhati seni-budaya Bali. Analisa deskriptif kualitatif dilakukan dengan menerapkan teori semiotika, teori interasionisme simbolik, dan teori tindakan sosial (Bourdeau). Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, model drama gong inovatif, antara lain terwakili oleh kisah “Jayaprana” diyangkan Bali TV (2020/2021), serta “Ni Diah Tantri” dan “Cupak Madeg Ratu” ditayangkan TVRI Bali (2021). Drama gong dengan menyampaikan edukasi <em>Tri Hita Karana</em> (THK) dimaksudkan agar penggemarnya menjadi masyarakat pintar sesuai era 5.0, mampu mewujudkan kehidupan yang harmonis: antara manusia dengan Tuhan (<em>parahyangan</em>), manusia dengan sesamanya (<em>pawongan</em>), dan manusia dengan alam (<em>palemahan</em>). Kedua, edukasi THK melalui pertunjukan drama gong memiliki makna dalam memperkuat tradisi dan menopang keberlanjutan budaya masyarakat Hindu Bali.</p>