This article discusses the daring mass media polemic that was preferred by Joduka Miftahul Jannah or Miftah, who was disqualified from the 2018 Asian Para Games for refusing to release the hijab. This disqualification creates dangers from various parties such as organizers, government and society. The focus of this research is three mass media who dare to report on the case, including Tribunnews.com, Detik.com, and Republika.co.id. This study uses qualitative research methods and Robert N. Entman framing analysis. The findings of this study indicate that the three media carried out different news constructions when reporting on the Miftahul Jannah case. Tribunnews.com focuses on problem solving, while Detik.com focuses on dependent judo regulations. Meanwhile, Republika.co.id has a focal point on the individual Miftahul Jannah who is firm with her stance as the main motive for her reporting.Tulisan ini membahas polemik media massa daring yang dialami oleh Joduka Miftahul Jannah atau Miftah yang diskualifikasi dari Asian Para Games 2018 karena menolak melepaskan jilbab. Diskualifikasi tersebut mengundang perdebatan dari berbagai pihak seperti penyelenggara, pemerintah, dan masyarakat. Fokus penelitian ini adalah tiga media massa daring yang secara intens memberitakan kasus tersebut, di antaranya Tribunnews.com, Detik.com, dan Republika.co.id. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan analisis framing Robert N. Entman. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga media tersebut melakukan konstruksi pemberitaan yang berbeda-beda saat memberitakan kasus Miftahul Jannah. Tribunnews.com fokus pada penyelesaian masalah, sedangkan Detik.com fokus pada peraturan judo yang berlaku. Sementara Republika.co.id memiliki titik fokus kepada individu Miftahul Jannah yang teguh dengan pendiriannya sebagai motif utama pemberitaannya.