Demoralization of Government Bureaucratic Corruption in East Kutai District Head Ismunandar

Abstract

This study uses the literature review method through journals and supporting reports that are related to this study and explained descriptively through data obtained from journals or reports. The findings generated in this study are corruption cases involving regional heads in East Kutai and their ranks are inseparable from the existence of oligarchic politics, all of these cannot be separated from the compatibility of a project. Cases like this are rife in bureaucratic and political elites who sometimes use family connection mechanisms. According to records from the Corruption Eradication Commission (KPK) from 2015 to 2018 in terms of cases and the number of suspects continues to increase. In 2018, the KPK handled 57 cases with 261 suspects and a total loss of Rp385 billion. Where the average cases handled by the KPK per month are five cases with an estimated value of Rp6.6 billion. Corruption acts carried out by the KPK mostly function as chairmen or members of the Regional House of Representatives (DPRD) with a total of 103 suspects. Acts of corruption are often carried out by political elites in the DPR as well as in law enforcement agencies. However, the most vulnerable to corruption is the village. the most vulnerable sector in 2018 is the village budget. There were 96 cases of corruption related to the village budget involving 133 suspects with state losses of Rp. 37.2 billion. Meanwhile, the sector that caused the highest state loss was the banking sector amounting to Rp2,100 billion (16 cases). Abstrak: Penelitian ini menggunakan metode literature review melalui jurnal dan laporan pendukung yang terkait dengan penelitian ini dan dijelaskan secara deskriptif melalui data yang diperoleh dari jurnal atau laporan. Temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah di Kutai Timur dan perangkatnya yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan politik oligarkis, semua ini tidak dapat dipisahkan dari kompatibilitas suatu proyek. Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di kalangan elit birokrasi dan politik yang terkadang menggunakan mekanisme koneksi keluarga. menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari2015 hingga 2018 dalam hal kasus dan jumlah tersangka terus meningkat. Pada 2018, KPK menangani 57 kasus dengan 261 tersangka dan total kerugian Rp385 miliar. Dimana rata-rata kasus yang ditangani oleh KPK per bulan adalah lima kasus dengan estimasi nilai Rp6,6 miliar. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh KPK sebagian besar berfungsi sebagai ketua atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan total 103 tersangka. Tindakan korupsi sering dilakukan oleh elit politik di DPR maupun di lembaga penegak hukum. Namun, yang paling rentan terhadap korupsi adalah desa. sektor yang paling rentan pada 2018 adalah anggaran desa. Ada 96 kasus korupsi terkait dengan anggaran desa yang melibatkan 133 tersangka dengan kerugian negara sebesar Rp. 37,2 miliar. Sementara itu, sektor yang menyebabkan kerugian negara tertinggi adalah sektor perbankan sebesar Rp2.100 miliar...