Latar belakang. Sebagian kasus neuromuskular dapat ditegakkan berdasarkan klinis. Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan imunologi dan analisis genetik sangat penting diperiksa untuk memastikan diagnosis. Ini merupakan penelitian pertama mengenai prevalensi penyakit neuromuskular di Indonesia.Tujuan. Mengetahui prevalensi, spektrum klinis, dan gambaran neurofisiologi kasus neuromuskular di RSCM periode Januari – Desember 2017.Metode. Penelitian ini bersifat retrospektif dari Januari – Desember 2017.Hasil. Di tahun 2017 terdapat 179 pasien (usia 1 bulan – 18 tahun) yang dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan elektromiografi, dan 130 pasien memenuhi kriteria diagnostik penyakit neuromuskular. Dari seluruh pasien kelainan neuromuskular yang sering ditemukan berturut-turut adalah neuropati perifer (22,2%), Duchenne muscular dystrophy (15,6%), brachialis plexus injury (15,2%), Bell’s palsy (7,6%), Erb Palsy (6,1%), chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy (5,4 %), spinal muscular atrophy type 1 (4,6 %), spinal muscular atrophy type 2 (3,8%), miastenia gravis okular (3,8%), Limb Girdle muscular dystrophy (3,1%), sindrom Guillain Barre (3,1%), sindrom Guillain Barre-tipe acute motor axonal neuropathy (2,3%), sindrom Guillain Barre-tipe acute motor-sensory axonal neuropathy (1,5%), miastenia gravis umum (1,5%), Charcot Marie tooth (1,5%), miotonia kongenital (1,5%), dan miositis viral akut (1,5%). Kesimpulan. Prevalensi kelainan neuromuskular anak RSCM sebesar 2,6 % dari seluruh pasien yang dilakukan datang ke poli saraf anak. Lima terbanyak kelainan neuromuskular adalah neuropati perifer, Ducchenne Muscular dystrophy, spinal muskular atrofi, sindrom Guillain Barre, dan chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy.