“…pekerja digital atau digital labor (Xia, 2021), mulai dari klas pekerja prekariat---yang oleh sebagian ahli dilihat sebagai "klas yang paling miskin secara ekonomi dan paling berkekurangan dari tujuh klas yang teridentifikasi," (Savage, dkk., 2013), atau "a potentially transformative new mass class" (Standing, 2014)---, kaum pekerja migran di Global North (Lewis, dkk., 2015), student-workers (Campbell & Price, 2016), sampai dengan para pekerja teknologi yang berkecukupan (affluent tech workers) (Dorschel, 2022). Ringkasnya, semua pekerja yang job desk-nya difasilitasi oleh dan tergantung pada penggunaan teknologi digital kiwari, khususnya internet, media sosial, dan kecerdasan buatan, dalam lingkup kapitalisme digital, entah secara langsung maupun tidak langsung, dan berhadapan dengan risiko-risiko kerja dalam pasar tenaga kerja yang semakin tidak aman (Fuchs, 2014;Chun & Agarwala, 2016;Dorschel, 2022;Jarrett, 2022;Munn, 2024).…”