2022
DOI: 10.1016/j.jrt.2022.100053
|View full text |Cite
|
Sign up to set email alerts
|

Digital sovereignty and smart wearables: Three moral calculi for the distribution of legitimate control over the digital

Help me understand this report

Search citation statements

Order By: Relevance

Paper Sections

Select...
1
1

Citation Types

0
1
0
1

Year Published

2023
2023
2024
2024

Publication Types

Select...
3
1
1

Relationship

0
5

Authors

Journals

citations
Cited by 6 publications
(2 citation statements)
references
References 42 publications
0
1
0
1
Order By: Relevance
“…It is a wrist-worn wearable device that vibrates and uses electrical stimulus—up to 450 volts—to prevent and stop bad habits such as smoking cigarettes, being addicted to smartphone use, nail-biting, or eating candy [see also Pavlok 2 ( 56 )]. Using Pavlok is also ethical ( 57 ). Furthermore, the electric shock has other daily benefits, including its use in electric toothbrushes and electronic message devices.…”
Section: Discussionmentioning
confidence: 99%
“…It is a wrist-worn wearable device that vibrates and uses electrical stimulus—up to 450 volts—to prevent and stop bad habits such as smoking cigarettes, being addicted to smartphone use, nail-biting, or eating candy [see also Pavlok 2 ( 56 )]. Using Pavlok is also ethical ( 57 ). Furthermore, the electric shock has other daily benefits, including its use in electric toothbrushes and electronic message devices.…”
Section: Discussionmentioning
confidence: 99%
“…Demikian pula, guru belum maksimal dalam pengembangan nilai agama dan moral (Anggraini et al, 2020;Juhriati & Rahmi, 2021) seperti: pengetahuan tentang agama dan Tuhan diajarkan melalui nyanyian dan tidak ada pembiasaan dalam beribadah (Tanfidiyah, 2017), mengetahui ruang lingkup materi pembelajaran hanya dari buku tanpa melihat kebijakan terbaru (Basuki, 2022), cenderung mengikuti rutinitas belajar yang sangat kaku karena fokus pada gaya mengajar dan materi yang diberikan hanya mengeksplorasi kemampuan kognitif (Hakim, 2016;Mubiar et al, 2020), keragu-raguan dalam memperluas pengetahuan mereka dengan sumber lain (Adi et al, 2022), kesalahan dalam perumusan tujuan pembelajaran dan ketidaksesuaian media pembelajaran yang digunakan dengan tujuan dan materi pembelajaran (Dhiu & Laksana, 2021), kurangnya koordinasi antara guru dan orang tua, lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan kemajuan teknologi (Conradie & Nagel, 2022;Purnama et al, 2022), serta prioritas layanan yang menjadi dilema yakni orientasi pembelajaran berbasis keinginan orang tua (agar anaknya mampu dalam tes penerimaan siswa SD/MI dan dapat bersaing dengan anak lainnya) bukan pada kebutuhan anak sehingga praktik di lapangan ditemukan pembelajaran dimana guru lebih mementingkan ketercapaian tujuan pembelajaran berupa hasil daripada proses seperti pembelajaran calistung (baca-tulishitung) (Latif et al, 2016). Hal tersebut menjadi faktor penghambat dalam perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini (Rahmawati & Sumedi, 2020;Ridwan et al, 2021) yang berdampak pada: perilaku moral kurang baik terjadi di sekolah (Kartini et al, 2021), anak belum memahami perilaku mulia, belum mampu membedakan perilaku baik dan buruk, kurang mengenal ritual keagamaan dan hari besar Islam serta belum mengetahui agama orang lain (Tanfidiyah, 2017).…”
Section: Pendahuluanunclassified