Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur akan memberikan dampak kepada kawasan di sekitarnya, termasuk Kalimantan Selatan yang diarahkan sebagai penyangga ibu kota negara. Dampaknya, bahasa Banjar selaku bahasa lokal akan menghadapi tantangan pergeseran hingga kepunahan bahasa, karena pemindahan tersebut. Salah satu sarana pelindungan bahasa Banjar agar dapat terus bertahan adalah penamaan desa. Novelty (kebaruan) penelitian ini adalah rendahnya pemahaman masyarakat akan latar histori dan filosofis desanya, dan belum pernah ada penelitian tentang penamaan tempat dari struktur kebahasaan dan makna nama suatu desa. Tujuan penelitian ini adalah memahami struktur kebahasaan dan makna nama desa berbahasa Banjar dalam lanskap linguistik di Kalimantan Selatan. Lanskap linguistik secara teoretis cocok mengkaji hierarki linguistik di ruang publik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan struktur kebahasaan bentuk kata dasar nama desa cenderung menggunakan nomina daripada jenis lain. Selanjutnya, afiksasi terhadap kata dasar juga memperkaya pemaknaan masyarakat. Selain itu, kata majemuk berupa gabungan nomina + adjektiva dan nomina + nomina adalah bentuk yang paling sering muncul. Di lain pihak, makna nama desa di Kalimantan Selatan menggambarkan kecenderungan pada simbol sejarah, cerita rakyat, flora, fauna, tokoh, perilaku, alat, benda alam, rupa bumi, dan wujud air. Nama desa memiliki kelebihan karena cenderung tidak berubah sehingga nilai bahasa, filosofis, dan historis di dalamnya dapat terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap makna yang terkandung dalam nama desa, sehingga pengaruh bahasa lain dan pergeseran bahasa dapat dikurangi.
The move of the national capital from Jakarta to East Kalimantan Province will affect the shift of local languages, including the Banjarese language in South Kalimantan. A means to protect and sustain the Banjarese language is by naming a village. This research aims to understand the linguistic structure and meaning of the Banjarese village names in the linguistic landscape in South Kalimantan. Data was collected by observation and interviews. Research results show that the linguistic structure of the form of basic words of a village name uses nouns. The use of affixes also enriches the meaning of village names. Besides, compound words appear often and form as a combination of noun + adjective and noun + noun. The meaning of village names in South Kalimantan reflects historical symbols, folklore, flora, fauna, characters, behaviour, tools, natural objects, earth, and water. Village names tend not to change, so their linguistic, philosophical, and historical values can be passed on to the next generation.