ABSTRAKWalaupun berhasil mendapatkan suara terbanyak di Jakarta pada pemilihan umum tahun 2004, PKS nampak sulit untuk mewujudkan keuntungan politik tersebut dan mendapatkan kekuasaan eksekutif dengan memenangkan pemilihan kepala daerah di Jakarta. Setelah kekalahan dengan selisih yang relatif tipis pada pemilihan kepala daerah tahun 2007, kandidat dari partai tersebut juga gagal untuk bersaing dengan kandidat lain di putaran kedua pada pemilihan kepala daerah berikutnya. Dengan menerapkan beberapa teori yang menjelaskan kandidat bekerja di pemilihan lokal, tulisan ini mendiskusikan beberapa kemungkinan penjelasan mengenai kegagalan Hidayat Nur Wahid, kandidat dari PKS, pada pemilihan kepala daerah di Jakarta pada tahun 2012. Tulisan ini berpendapat bahwa walaupun ada kemungkinan faktor agama, dalam hal ini Islam, bekerja di dalamnya, bukanlah kandidat dari partai Islam seperti PKS yang terdepan dalam memanfaatkannya mengingat ada faktor lain yang juga bekerja seperti karakter pribadi, sumber politik dan faktor media. Dalam kasus ini, kegagalan untuk menawarkan kandidat dengan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah perkotaan merupakan faktor yang membuat pemilih perkotaan untuk cenderung tidak berada pada pihak kandidat dari partai Islam, walaupun mereka memiliki kesamaan identitas relijius.Kata kunci: politik perkotaan, partai Islam, kandidat partai, pemilihan kepala daerah, identitas relijius ABSTRACT Despite its success in obtaining more votes in the 2004 general election in Jakarta than the previous election in 1999, the Partai Keadilan Sejahtera (PKS) has turn its voter support into local executive power by winning a gubernatorial election in the capital. After a narrow defeat in the 2007 local election, the party's candidate who had a respectable reputation also failed to further its bid for the second round of the following local election. By applying the existing possible explanations of urban candidacy in local elections, this paper aims at discussing the possible explanations for the failure of Hidayat Nur Wahid, the PKS candidate, in the 2012 gubernatorial election. The paper argues that in spite of the likely influence of religion, in this case, Islam, the party's candidate is at the forefront position to maximise it since such other factors as personal character, * The writer is a lecturer at Department of Political Science, Universitas Indonesia. He is also currently an Honorary Research Fellow at the Institute of Arab and Islamic Studies, University of Exeter, UK. 6 JURNAL POLITIK, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2016 political resources and media are playing role in this context. In this case, the failure to offer a candidate with the capacity to tackle urban problems makes urban voters unlikely to be on their side, although they share the similar religious identity.