Kanker merupakan penyebab utama kematian didunia. Di Indonesia kanker payudara berada di urutan kedua. Prevalensi tertinggi kanker payudara di Indonesia tahun 2013 pada provinsi D.I. Yogyakarta yaitu sebesar 2,4%. Pemberian kemoterapi menimbulkan efek samping berupa hiponatremi (20,2%), neutropenia (11,4%), leukopenia (9,6%). Penatalaksanaan efek samping tersebut mempengaruhi biaya perawatan khususnya biaya medik. Penelitian ini menggunakan desain observasional. Pengambilan data secara retrospektif yaitu Januari 2018 - Desember 2019. Pemilihan subyek penelitian semua populasi pasien kanker payudara yang sesuai dengan kriteria inklusi. Perspekstif biaya berdasarkan perspektif provider meliputi biaya selama menjalani kemoterapi sampai selesai. Data yang diambil adalah kondisi pasien, keluhan dan penggunaan kemoterapi dan biaya dari bagian keuangan RS. Hasil penelitian menunjukkan regimen kemoterapi di RS Pemerintah Kota Yogyakarta pada periode 2018 – 2019 terdapat 6 variasi yang paling banyak digunakan adalah regimen TEC 41 pasien (54%). Efek samping yang paling umum terjadi antara lain mual (89,3%), muntah (88%), neutropenia (60%), leukopenia (54%) dan anemia (46,7%). Obat kemoterapi paling tinggi regimen BEC (Rp. 19.707,273) dan terendah TAC (Rp. 9.320,663). Biaya medik obat non kemoterapi tertinggi regimen BEC (Rp. 924,836) dan terendah regimen TE (Rp. 650,000). Biaya medik lain paling tinggi pada regimen BEC (Rp. 7.435,6943) dan paling rendah pada regimen TE (Rp. 6.752,639).