Keberagaman modus dari dugaan tindak pidana mengakibatkan adanya penggolongan jenis dari tindak pidana itu sendiri, yang membawa akibat terhadap perbedaan asas hukum dalam pemeriksaannya. Penggolongan tersebut, pun disebabkan karena adanya anasir dengan bidang hukum lain diluar Hukum Pidana, yaitu Hukum Administrasi Negara. Anasir perbuatan yang telah ditetapkan sebagai suatu tindak pidana dalam Hukum Administasi Negara memiliki karakteristik yang berbeda dengan tindak pidana lainnya, yang dikenal dengan konsep Tindak Pidana Administrasi. Varian tersebut, pada akhirnya, memunculkan cabang baru dalam Hukum Pidana yaitu Hukum Pidana Administrasi. Kegagalan memberikan dan menemukan makna terhadap Hukum Pidana Administrasi memberikan dampak perilaku generalisasi terhadap hukum acaranya. Namun, permasalahannya adalah dominasi paradigma positivisme hukum melalui pola kerja deduksi-silogisme sehingga mengabaikan tujuan dari pengundangan perundang-undangan yang bersifat Hukum Administrasi Negara yaitu kesejahteraan sosial masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk membongkar kekeliruan epistemologis dan kesesatan berpikir (fallacy) dari Aparat Penegak Hukum dalam pemeriksaan dalam peradilan pidana terhadap Tindak Pidana Administrasi. Adapun penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan kasus, pendekatan undang-undang, pendekatan komunikasi, pendekatan semiotika, dan pendekatan filsafat. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya kekeliruan dalam memberikan makna terhadap “cara bagaimana” melakukan pemeriksaaan dalam peradilan pidana terhadap Tindak Pidana Administrasi. Sehingga, terjadi kesesatan berpikir (fallacy) berupa penggunaan dominasi Hukum Pidana dengan hanya mengejar efek jera