Artikel ini adalah sebuah pembacaan kritis terhadap pendekatan poskolonial, mulai dari pemikir utama dalam teori kritis hingga pemikiran yang lebih baru, yang selama ini membantu kajian sastra dan budaya dalam memahami konsep diaspora. Diaspora merujuk pada mobilitas manusia yang terjadi akibat penjajahan dan globalisasi serta karya sastra yang dihasilkan melalui pergerakan manusia tersebut. Tujuan artikel ini adalah untuk memahami perkembangan pendekatan poskolonial dalam memahami pengalaman hidup migran dan konsep diaspora. Metode yang diterapkan adalah analisis teks dengan menyajikan kajian literatur ekstensif mengenai studi pascakolonial. Artikel ini mengidentifikasi perspektif intelektual kajian pascakolonial dalam menggunakan istilah diaspora untuk mencermati bagaimana bidang studi ini meredefinisi istilah tersebut untuk mengkaji migrasi di era modern, yang dapat bersifat sukarela maupun tidak sukarela, serta permanen ataupun sementara. Artikel ini berargumen bahwa istilah diaspora terus-menerus mengalami kontestasi dan dijadikan relevan dengan konteks masa kini sehingga memberikan peluang bagi masyarakat Global South, termasuk Indonesia, untuk mencermati agensi mereka dalam pengalaman hidupnya sebagai migran dan warganegara dunia yang berpindah-pindah.
This article is a critical reading on postcolonial scholarship, ranging from tenets in the field to more current theories, that has allowed literary and cultural studies scholars to understand the term diaspora. Diaspora refers to the various mobilities caused by colonization and globalization, and the literature produced through people’s movement across borders. This article aims to reflect on the development of postcolonial studies on how this field of study has come to address the migrant’s lived experience and conceptualize the term diaspora. The method applied by this article is literary analysis, as the paper provides an extensive literature review of scholarships in postcolonial studies. By doing so, the article identifies the ways in which postcolonialism has engaged with the term diaspora and is working to reconfigure the term to address modern era migration, that can be both voluntary and involuntary, as well as permanent and temporary. The article ruminates on how diaspora continues to be a contested term and is made relevant to current context, providing ways for communities of the Global South, including Indonesia, to seek agency in their experience as migrants and global mobile citizens.