This research aimed to identify the meaning of life for married PLWHA (people living with HIV/AIDS) in Salatiga. This study employed qualitative phenomenological research with a purposive sampling technique, observation, and interviews. This study had two participants: household heads infected with the HIV/AIDS virus in Salatiga. This research utilized the theory of Frankl (2000), which discusses aspects of the meaning of life. The meaning of life can be understood as a condition in which individuals can perceive how far they can live and live the life they are living. Each participant has been allowed to interpret their life experiences. This is evident from how the two participants fulfilled aspects of the meaning of life, including life goals, life satisfaction, freedom, attitude toward death, suicidal thoughts, and the desire to live with decency. In addition to aspects, the two participants satisfied the factors of the meaning of life, including self-understanding, the meaning of life, changing attitudes, commitment, directed activities, and social support. Although not all processes about the meaning of life are identical, the two participants could make sense of their lives. This was since they comprehended their situation and could adapt to continue living normally. The two participants can still perform their duties as family heads and are responsible for their survival and that of their family under the current circumstances.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi secara mendalam mengenai kebermaknaan hidup pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang telah berkeluarga di Salatiga. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif fenomenologi dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dengan observasi dan wawancara. Jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah dua orang. Partisipan dalam penelitian ini merupakan seorang kepala keluarga yang terinfeksi virus HIV/AIDS yang ada di Salatiga. Penelitian ini menggunakan teori dari Frankl (2000) yang membahas tentang aspek kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana individu dapat melihat dari sudut pandang dirinya sendiri sejauh mana dirinya dapat menjalani dan menghayati kehidupan yang sedang dijalani. Kedua partisipan dapat dikatakan telah dapat memaknai hidupnya. Hal ini terlihat dari bagaimana kedua partisipan dapat memenuhi aspek pada kebermaknaan hidup yaitu tujuan hidup, kepuasaan hidup, kebebasan, sikap terhadap kematian, pemikiran tentang bunuh diri dan kepantasan untuk hidup. Selain aspek, kedua partisipan juga dapat memenuhi faktor-faktor kebermaknaan hidup yaitu pemahaman diri, kebermaknaan hidup, pengubahan sikap, komitmen, kegiatan yang terarah, dan dukungan sosial. Meskipun tidak semua proses dalam pemaknaan hidup sama, namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kedua partisipan sudah dapat memaknai hidupnya. Hal ini dikarenakan mereka mampu memahami keadaan mereka dan mampu beradaptasi untuk tetap dapat menjalani kehidupan seperti biasanya serta dengan kondisi yang ada kedua partisipan tetap mampu menjalankan tugas sebagai kepala keluarga serta bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya dan keluarganya.