Penelitian ini berawal dari keprihatinan penulis akan tontonan anak-anak pada masa kini. Seiring berjalannya waktu mereka mengonsumsi tontonan edukasi yang semakin sedikit. Dengan ragam tontonan tersebut, anak-anak kini mulai melupakan kebudayaan mereka, dongeng. Dongeng merupakan salah satu kekayaan budaya dan historis dari bangsa Indonesia. Sebagai sebuah media hiburan, seharusnya tersematkan sebuah pesan Pendidikan moral yang dapat disampaikan kepada generasi mendatang dari negeri ini. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan media pendidikan budaya dengan menggunakan dongeng berupa film animasi untuk menarik lebih banyak perhatian anak-anak. Penyajian dongeng melalui film animasi adalah media yang paling disukai anak-anak sehingga penyampaiannya akan lebih mudah untuk diterima. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sejarah yang menggunakan kejadian masa lampau sebagai sumber data dengan berlatar belakang Jawa pada abad ke-9. Untuk bagian desainnya, animasi yang dimaksud dalam hal ini adalah dalam bentuk film animasi 2-D dengan menggunakan Bahasa setempat, yaitu Bahasa Jawa. This research was initiated by the author’s concern for the spectacle of children today. At times, they watch fewer educational shows. With all these spectacles, today‘s children have also begun to forget their own culture, folklore. Folklore is one of the cultural and historical treasures of the Indonesian nation. As an entertainment medium, there should be a moral education message that can be delivered to the next generation of this nation. This research aims to create a cultural education media using folklore with animated films to attract more attention from children. The form of presenting folklore through animated films is a medium favored by children so that the delivery is more readily accepted. The method used in this research is a historical approach that uses past events as a source of data by taking the background in Java in the 9th-century era. For the design, this animation is in the form of a 2D animated film using the local language, namely Javanese.