Istilah Bahasa Lidah berawal dari peristiwa Pentakosta. Sekalipun terdapat perbedaan konteks dan konsep Bahasa Lidah dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 dengan 1 Korintus 12-14, tidak dapat disangkal bahwa sejatinya, keduanya merupakan peristiwa dari kuasa Roh Kudus yang secara terminologi menurut Lukas maupun Paulus menggunakan kata Bahasa Lidah. Permasalahan Bahasa Lidah dewasa ini sering merujuk pada 1 Korintus 12-14, yang mana fenomena tersebut banyak dipandang sebagai hal yang abnormal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur kesesuaian antara pemahaman Bahasa Lidah dengan implementasi Bahasa Lidah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dan analisis teks dengan pendekatan eksegesis. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah 6 (enam) orang mahasiswa Pascasarjana dari Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, yang mana pengumpulan data dilakukan dengan memakai data primer dengan melakukan wawancara mendalam. Sedangkan analisis data terdiri atas reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Melalui penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pemaknaan Bahasa Lidah adalah karunia dari Tuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi bagi tubuh Kristus, implementasi Bahasa Lidah dalam ibadah masih dilakukan tetapi bukan sudah kewajiban, dan Bahasa Lidah masih relevan dan bermanfaat dalam kehidupan berjemaat.