Penelitian ini dilatarbelakangi ketidaktuntasan mengatasi masalah yang ditimbulkan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XII/2015. Pasalnya, putusan ini menimbulkan banyak persoalan, terutama mengenai maraknya calon tunggal yang bermunculan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 terhadap pilkada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) yang dilakukan terhadap berbagai data yang memiliki relevansi dengan implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 terhadap pilkada. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa das sein dan das sollen belum sinkron, karena pasca putusan tersebut hanya menimbulkan fenomena baru yang dinilai meruntuhkan nilai demokrasi. Meski begitu, pada kenyataannya dalam PKPU pelaksanaan pilkada calon tunggal dan kotak kosong memang ada aturannya. Tapi belum pasti regulasi mengenai mekanisme penyelenggaraan pilkada dengan calon tunggal apabila persoalan di dalamnya buntu.