Diberlakukannya sistem Demokrasi Liberal atau Parlementer di Indonesia sejak tahun 1950-1959 ternyata dianggap kurang cocok oleh Presiden Sukarno. Anggapan ini muncul karena melihat kondisi politik pada periode tersebut cenderung tidak stabil dan justru didominasi oleh kepentingan setiap partai. Ini juga menjadi akibat dari adanya sistem multipartai yang dijalankanm sehingga banyak partai politik yang bermunculan. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana respon Presiden Sukarno terhadap kondisi politik yang ada pada periode tersebut. Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah dengan studi pustaka. Adapun langkah-langkah dalam metode penelitian sejarah meliputi tahap pemilihan topik, heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasilnya, Presiden Sukarno merespon kondisi politik pada saat itu dengan menggaungkan mengenai Nasakom, Konsepsi Presiden yang didalmnya turut memuat pengenalan sistem Demokrasi Liberal, Kabinet Gotong Royong, dan Dewan Nasional, hingga pada puncaknya Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang secraa resmi mengakhiri pemberlakukan sistem parlementer dan periode Demokrasi Liberal di Indonesia.