Sore throat and hoarseness are common complications after endotracheal intubation. The incidence of sore throat and hoarseness after endotracheal intubation varies from 14 to 75%. Although regarded as minor complications, sore throat and hoarseness contribute to postoperative morbidity and patient dissatisfaction. The aim of this study were to determine the incidence of sore throat and hoarseness after endotracheal general anesthesia and to describe associated risk factors at Arifin Achmad Public Hospital. This study used a descriptive cross sectional method. A total of 88 patients who underwent endotracheal general anesthesia were enrolled in this study. Data of the patient such as gender, age, duration of intubation and endotracheal tube size were collected from medical record and direct observation at the time of operation. All of the patients were interviewed within 24-36 hours after surgery to collect data such as smoking history, sore throat complaint and hoarseness complaint. The evaluation of sore throat degree was accomplished with a Capan's scale for sore throat and hoarseness degree was accomplished with a Stout's scale for hoarseness. The result showed that 18 patients (20.4%) experienced sore throat and 34 patients (38.6%) experienced hoarseness after surgery. Pengelolaan jalan napas pasien dalam anestesi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan manuver tripel jalan napas (triple airway maneuver) atau dengan pemasangan alat seperti alat jalan napas faring (pharyngeal airway), sungkup muka (face mask), sungkup laring (laryngeal mask) dan pipa endotrakeal (endotracheal tube) atau dikenal sebagai intubasi. Di antara berbagai pilihan tersebut, intubasi adalah teknik yang lebih sering digunakan karena lebih cepat, akurat, sederhana dan aman dimana semua sasaran dari pengelolaan jalan napas dapat dicapai yaitu mempertahankan patensi jalan napas, mempermudah oksigenisasi dan mencegah aspirasi. Meskipun memiliki berbagai kelebihan bukan berarti intubasi bebas dari komplikasi. [1][2][3][4][5][6] Nyeri tenggorok dan serak adalah komplikasi intubasi yang paling sering dirasakan pasien setelah pulih dari anestesi. Insidensi nyeri tenggorok dan serak berkisar antara 14-75%. McHardy et al menemukan, dari 1325 pasien yang diintubasi, 50% pasien (663 orang) mengeluhkan timbulnya serak dan 14,4% pasien (191 orang) mengeluhkan timbulnya nyeri tenggorok. Biro et al menemukan, dari 809 pasien yang diintubasi, 40% pasien (323 orang) mengeluhkan timbulnya nyeri tenggorok. Yamanaka et al menemukan, dari 3093 pasien yang diintubasi, 49% pasien (1515 orang) mengeluhkan timbulnya serak. Satriyanto yang meneliti efektivitas ketamin kumur untuk mengurangi nyeri tenggorok pada pasien yang menjalani anestesi umum endotrakeal di RSUP Dr. Hasan Sadikin menemukan 4% pasien pada kelompok ketamin dan 24% pasien