Revenge tourism adalah fenomena di mana orang-orang melakukan perjalanan wisata secara serentak sebagai bentuk "balas dendam" setelah terbatas dalam waktu yang lama karena pandemi COVID-19 yang mendorong pemerintah Indonesia dan negara lainnya di dunia menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas manusia pada saat covid 19 yang berdampak pada timbulnya kegelisahan, perasaan bosan, stres serta penat berkepanjangan di banyak masyarakat Indonesia sebagai akibat larangan berkegiatan diluar rumah dan larangan bepergian. Saat ini MICE merupakan salah satu industri di sektor pariwisata yang berkembang sangat pesat, perkembangan ini terjadi karena kebutuhan baik individu maupun perusahaan untuk melakukan pertemuan, maupun event-event tertentu sangat besar. Kebijakan pembatasan mobilitas telah menyebabkan beberapa kegiatan MICE tidak dapat terselenggara dikarenakan berpotensi menimbulkan kerumunan, akan tetapi bidang usaha pameran dan konferensi mampu beradaptasi dengan situasi yang terjadi melalui optimalisasi penggunaan teknologi IT, event-event yang awalnya dilaksanakan secara offline disaat pandemi merebak beralih menjadi event secara online, hal ini kemudian menjadikan bidang kegiatan konferensi dan pameran memiliki resilience yang lebih kuat dibandingkan bidang lainnya seperti impresariat maupun perjalanan insentif. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif menggunakan pendekatan fenomenologi yang akan menggali dan membahas lebih dalam fenomena revenge tourism yang tengah merebak dari perspektif pengelola serta penyelenggara kegiatan pameran, sehingga dapat ditaruk kesimpulan apakah fenomena tersebut terjadi secara menyeluruh atau parsial hanya pada bidang tertentu.