Permasalahan yang dihadapi oleh ibu tunggal menyebabkan kurangnya resiliensi, di antaranya faktor pendukung seperti perceraian hidup dan perceraian karena kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan resiliensi ibu tunggal dalam bertahan hidup. Penelitian menggunakan desain case studies dengan pendekatan kualitatif dilakukan terhadap 3 janda (1 cerai mati dan 2 cerai hidup, umur 44-70 tahun) melalui observasi dan wawancara dengan analisis reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa ibu tunggal memiliki resiliensi yang beragam dan secara keseluruhan rendah dilihat dari masing-masing aspek. Salah satu responden memiliki resiliensi lebih baik dibandingkan dua responden lainnya dengan karakteristik berusia lanjut, berstatus ibu tunggal cerai mati, sudah lama kehilangan, dan sudah terbiasa hidup sendiri. Dua responden lainnya berstatus ibu tunggal cerai hidup dan merasakan trauma saat menikah. Resiliensi pada ibu tunggal adalah kunci untuk melewati suatu masalah karena resiliensi merupakan keterampilan hidup yang penting. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa menjadi ibu tunggal bukan alasan untuk menyerah saat menghadapi masalah. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu pengembangan keterampilan resiliensi ibu tunggal. Selain itu, konselor juga berperan penting dalam meningkatkan resiliensi ibu tunggal untuk mengurangi dampak psikologis dari status ibu tunggal.