Pendahuluan. Petugas kesehatan memiliki risiko pajanan infeksi yang cukup tinggi. Hepatitis B, hepatitis C, dan human immunodeficiency virus (HIV) adalah beberapa penyakit yang dapat menular melalui pajanan cairan atau jaringan tubuh. Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah mencanangkan profilaksis pasca pajanan terhadap HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pelaksanaan profilaksis pasca pajanan terhadap HIV, hepatitis B, dan hepatitis C pada petugas kesehatan di RSCM Jakarta. Metode. Studi potong lintang dilakukan pada petugas terpajan yang terdata melalui laporan di RSCM Jakarta pada tahun 2014-2016. Data demografis dikumpulkan melalui rekam medis dan dilanjutkan dengan wawancara untuk data tambahan. Data diolah secara statistik menggunakan SPSS versi 20. Hasil. Dari 196 subjek yang melaporkan pajanan, sebagian besar merupakan perempuan (69,9%), bekerja sebagai perawat (38,3%), dan dokter (49,5%), serta mayoritas terpajan secara per kutan (93,4%). Dari seluruh laporan tersebut didapatkan 183 pajanan berisiko, dengan anti-HIV reaktif pada 19 (10,4%), HBsAg positif pada 11 (6,0%), dan anti-HCV reaktif pada 12 (6,6%) sumber pajanan. Mayoritas petugas terpajan diketahui tidak memiliki HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Hanya 27,5% petugas terpajan memiliki kadar anti-HBs protektif. Dari 183 pajanan berisiko, sebanyak 44,3% mendapatkan rekomendasi antiretroviral (ARV), namun hanya 49,4% petugas yang minum ARV secara lengkap (28 hari). Capaian evaluasi anti-HIV pada bulan ke-3 dan ke-6 hanya dilakukan oleh 21,3% petugas. Rekomendasi profilaksis pasca pajanan hanya diberikan kepada 20,3% laporan, dengan capaian hanya 13,5% dan 13,3% untuk vaksinasi hepatitis B dan immunoglobulin (HBIG). Evaluasi ulangan HBsAg 3 dan 6 bulan secara lengkap hanya dilakukan oleh 13,5% petugas kesehatan, mayoritas petugas (64,9%) tidak melakukan evaluasi ulang HBsAg. Dari seluruh pajanan berisiko hepatitis C, mayoritas tidak melakukan evaluasi ulang terhadap anti-HCV (69,9%). Simpulan. Pelaksanaan profilaksis pasca pajanan terhadap HIV, hepatitis B, dan hepatitis C masih rendah, terutama pada evaluasi status serologis lanjutan. Oleh karena itu, penanganan profilaksis secara komprehensif penting dilakukan termasuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran petugas kesehatan, peninjauan kembali standar operasional prosedur, dan komunikasi yang efektif.