Pesisir pantai merupakan transisi antara daratan dan lautan yang telah menciptakan ekosistem yang beragam dan produktif, sehingga memiliki nilai ekonomi yang luar biasa bagi manusia. Nilai tersebut terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan sosial ekonomi tapi seiring dengan waktu nilai tersebut berkurang karena adanya kerusakan, baik yang disebabkan oleh manusia maupun terjadi secara alami. Pantai mengalami abrasi, semakin sempit dan berpotensi membahayakan penduduk sekitarnya. Dalam rangka pengendalian daya rusak air laut tersebut, pemerintah membangun berbagai infrastruktur pengaman pantai yang tersebar di beberapa wilayah pesisir Indonesia. Penyediaan bangunan infrastruktur dengan APBN tentunya harus di mulai dari proses pengadaan barang/jasa untuk mendapatkan penawaran yang value for money. Permasalahan yang terjadi saat ini pada saat proses tender terdapat kecenderungan penawaran kontraktor memiliki selisih yang jauh dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yaitu di bawah 80% dari HPS, dan kondisi ini terjadi sebanyak hampir 95% dari jumlah keseluruhan paket pengaman pantai. Fenomena ini menjadi perhatian dari berbagai pihak, dikuatirkan pelaksanaan pekerjaan menjadi berisiko karena Kontraktor akan kesulitan dalam mengelola anggaran proyek atau mengajukan penambahan biaya saat pelaksanaan konstruksi. Penelitian ini menganalisis kinerja Kontraktor yang memiliki nilai kontrak dengan nilai di bawah 80% dari HPS pada aspek pengendalian biaya, dengan cara pengukuran data melalui kuisioner dan pengolahan data. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kinerja Kontraktor yang menawar dan berkontrak dengan nilai di bawah 80% HPS untuk kriteria Pengendalian Biaya mendapat penilaian Baik sebesar 56,41%.