Burnout menciptakan kondisi dilematik dalam dunia kerja global dan berdampak kepada siapa saja sebagai individu maupun profesional. Di dalam praktik pekerjaan sosial, seting yang paling rentan mengalami burnout adalah mereka yang bekerja di perlindungan anak. Selain itu, pekerja sosial yang bekerja di lembaga pemerintahan cenderung memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di lembaga swasta. Stabilitas dan kualitas pelayanan sosial pun berdampak negatif. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi burnout adalah dukungan sosial. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik survei daring melalui Google Form untuk pengambilan data instrumen Work-related version of the Burnout Assesment Tool (BAT-23) dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Metode penarikan sampel menggunakan nonprobability sampling, tepatnya teknik purposive sampling. Data diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 25. Pada penelitian ini diketahui bahwa responden menerima cukup dukungan sosial dari keluarga, teman, maupun orang lain yang signifikan dan mengalami burnout dalam kategori sedang. Secara statistik dukungan sosial yang diterima, status pendidikan terakhir, masa kerja, dan jumlah hari kerja per minggu memiliki keeratan hubungan yang kuat dan signifikan berpengaruh simultan terhadap tingkat burnout pekerja sosial. Namun, tidak signifikan berpengaruh parsial terhadap tingkat burnout pekerja sosial. Asosiasi terbalik dari pengaruh dukungan sosial yang diterima terhadap burnout yang dialami menandakan jika semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang diterima, maka akan membuat tingkat burnout semakin rendah, dan sebaliknya. Hal serupa berlaku bagi status pendidikan terakhir dan jumlah hari kerja per minggu.