Penelitian ini mengkaji prinsip-prinsip misi lintas budaya seperti yang disajikan dalam Kisah Para Rasul 17:16-34. Penelitian ini didorong oleh kesalahpahaman yang umum tentang teks ini dalam misiologi kontekstual, analisis yang kurang optimal tentang misi Paulus di Athena, dan pemahaman yang tidak memadai tentang misi lintas budaya dalam konteks gereja. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan historis-kritis terhadap Kisah Para Rasul 17:16-34. Temuan menunjukkan bahwa misi lintas budaya harus dimulai dengan motif yang murni dan adaptasi situasional, yang didasarkan pada pemahaman dan respons terhadap kebutuhan komunitas lokal. Selain itu, misi ini harus mengintegrasikan konteks teologis komunitas lokal sebagai jembatan untuk memberitakan Injil. Menghindari etnosentrisme muncul sebagai prinsip penting untuk memastikan bahwa misi tidak ditolak oleh masyarakat lokal.